Pengumuman itu disambut gempita oleh rakyat Sri Lanka. Di ibu kota, Kolombo, sejumlah warga menyulut kembang api untuk merayakan jatuhnya Gotabaya.
Tidak ada pernyataan resmi apa pun dari Gotabaya terkait penggerudukan kediaman resminya maupun perihal pengunduran dirinya.
Baca Juga:
Bicara Blak-blakan, Putin: Jika Dulu Trump Tak Dicurangi, Perang Ukraina Tak Akan Terjadi
Sri Lanka sudah dibekap gelombang demonstrasi sejak Maret lalu. Awalnya warga turun ke jalan untuk memprotes pemadaman listrik bergilir yang kian parah di sana. Namun seruan agar presiden mundur sudah muncul sejak unjuk rasa mulai bergulir.
Sri Lanka memang tengah menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam 70 tahun terakhir. Hal itu diperburuk dengan dampak yang ditimbulkan pandemi Covid-19.
Dari Maret ke bulan-bulan berikutnya, kondisi ekonomi Sri Lanka kian terperosok. Inflasi melambung tinggi dibarengi dengan naiknya harga bahan pokok dan mulai langkanya bahan bakar minyak (BBM).
Baca Juga:
Superapp China Bikin Hidup Lebih Mudah, Bisakah AS Mengejar?
Hal itu pula yang membuat warga Sri Lanka mempertahankan aksi demonstrasinya. Mereka menuntut perbaikan hidup dan reformasi pemerintahan.
Pada Juni lalu, inflasi di Sri Lanka mencapai 54,6 persen. Angka itu diperkirakan bakal menyentuh hingga 70 persen dalam beberapa bulan mendatang. Saat ini Sri Lanka sudah menangguhkan pembayaran utang luar negerinya.
BBM pun tak lagi dijual untuk umum karena stok yang tersedia hanya untuk mempertahankan layanan esensial, seperti rumah sakit dan pembangkit listrik.