WahanaNews.co | Pemerintah Australia pada Senin (27/02/23), mengatakan akan merombak aturan keamanan siber dan membentuk sebuah badan untuk mengawasi investasi pemerintah di bidang tersebut.
Langkah itu menyusul peningkatan serangan siber sejak akhir tahun lalu dengan setidaknya delapan perusahaan melaporkan kasus peretasan.
Baca Juga:
Indonesia Hadapi Ancaman 50 Juta Kasus Teror Siber di Tahun 2023
Badan yang akan dibentuk itu juga akan membantu dalam koordinasi tanggapan terhadap serangan peretas.
Delapan perusahaan itu, antara lain, perusahaan asuransi kesehatan Medibank Private Ltd dan perusahaan telekomunikasi Optus, yang dimiliki oleh Singapore Telecommunications Ltd.
Menurut Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, kebijakan dan peraturan pemerintah untuk keamanan siber saat ini belum cukup andal untuk menanggapi keamanan siber.
Baca Juga:
Sejak Pandemi Ancaman Siber di RI Terendah, Ahli Waspada 'Soceng'
"Ini sebuah ancaman yang bergerak dan berkembang dengan pesat, dan Australia sudah ketinggalan selama bertahun-bertahun," kata Albanese selama pertemuan dengan para pemimpin dan pakar industri.
Pemerintah akan membentuk sebuah koordinator untuk keamanan siber yang bertugas untuk memastikan lembaga-lembaga pemerintah dapat bekerja sama dalam menanggapi insiden serangan siber.
Koordinator untuk keamanan siber itu didukung oleh sebuah dinas di Kementerian Dalam Negeri Australia.
Koordinator itu juga akan mengawasi strategi investasi pemerintah pada keamanan siber dan membantu memimpin tanggapan ketika menghadapi serangan peretas.
Pemerintah telah menerbitkan makalah diskusi tentang strategi baru keamanan siber, yang diharapkan dapat diterapkan tahun depan.
Melalui makalah diskusi itu, pemerintah tengah mencari masukan tentang bagaimana para pebisnis dapat meningkatkan keamanan siber mereka dengan bermitra dengan pemerintah.
Meskipun pemerintah dan sektor swasta sudah melakukan langkah-langkah vital dalam keamanan siber, regulasi saat ini tidak dapat memastikan koordinasi yang lancar selama kejadian serangan siber, kata Menteri Dalam Negeri Clare O'Neil.
O'Neil menyalahkan pemerintahan sebelumnya karena menerapkan regulasi yang dianggap tidak cukup itu.
"Undang-undang itu sangat tidak berguna, sangat tidak bernilai ketika digunakan dalam insiden siber," kata O'Neil kepada Radio ABC dalam sebuah wawancara.
Menurutnya, regulasi tentang strategi keamanan siber itu membutuhkan reformasi.[eta/reuters]