WahanaNews.co | Thailand dikenal banyak orang sebagai negara dengan beragam street food dengan adat kebiasaan dan budayanya yang unik.
Di negara berjuluk Negeri Gajah Putih ini juga banyak penduduk berstatus transgender.
Baca Juga:
Lokasi Sempat Terdeteksi, 11 Warga Sukabumi Disekap di Wilayah Konflik Myanmar
Data di laman weareaptn.org menyebut, jumlah transgender di Thailand mencapai 314.808 orang. Angka tersebut diprediksi bisa lebih tinggi lagi karena banyak yang belum terdata.
Lalu, kenapa di Thailand banyak transgender?
Kathoey merupakan sebutan wanita transgender di Thailand. Dalam bahasa Inggris, istilah ini dikenal disebut juga ladyboy. Keberadaan mereka dianggap hal yang biasa, bahkan menjadi identitas baru dalam masyarakat negara tersebut.
Baca Juga:
ASEAN+3 Tandatangani MoU untuk Perangi Kejahatan Siber Lintas Batas
Banyaknya transgender di Thailand terjadi karena berbagai faktor, mulai dari kebiasaan, budaya, hingga kepercayaan.
Diketahui, sebagian besar masyarakat Thailand menganut kepercayaan Buddha.
Pada sensus yang dilakukan pemerintah tahun 2018, jumlah masyarakat Buddha di Thailand mencapai 63,2 juta atau 93,46% dari total populasi. Buddha juga ditetapkan sebagai agama resmi Thailand, dengan raja yang juga harus beragama Buddha. Selain Buddha, agama lain yang diakui oleh hukum Thailand adalah Islam, Kristen, Brahmanisme-Hinduisme, dan Sikhisme.
Masyarakat Buddha percaya pada reinkarnasi. Di samping itu, setiap orang dapat bereinkarnasi sebagai jenis kelamin apa pun. Menurut pemikiran Buddhisme, setiap individu bisa menjadi transgender, dalam satu atau lain kehidupan. Oleh karena itu, menjadi seorang transgender bukanlah penyimpangan, melainkan takdir bagi mereka.
Melansir Sindonews, masyarakat Thailand juga percaya bahwa transgender adalah orang berdosa yang ingin menebus dosa-dosa mereka.
Bukan hanya terbatas pada kepercayaan, menjamurnya transgender di Thailand juga terjadi karena kondisi negara yang lebih terbuka dan menerima berbagai hal terkait LGBT.
Melansir Medium, masyarakat Thailand jauh lebih bebas menerima toleransi dan perbedaan, termasuk dalam hal jenis kelamin dan identitas gender. Mereka juga bebas mengekspresikan diri dan bangga untuk tampil beda.
Ditambah lagi, terapi penggantian hormon dan operasi plastik adalah hal yang sudah biasa dan tidak diatur secara ketat di Thailand. Terapi penggantian hormon dapat dibeli tanpa resep dan tersedia di setiap apotek.
Banyak transgender Thailand memulai terapi penggantian hormon sejak usia 12 tahun. Obat hormon tersebut tersedia dalam bentuk pil kontrasepsi dan suntikan.
Operasi plastik juga sangat populer di Thailand, mulai dari memutihkan kulit hingga operasi wajah dan tubuh, juga dapat dilakukan di Thailand.
Bahkan saat ini, gender yang diakui mereka tidak hanya wanita dan pria saja. Di Thailand terdapat 18 gender yang menjadi identitas masyarakat negara tersebut.
Faktanya, bahasa Thailand menyediakan kata atau frasa untuk 18 jenis identitas gender yang berbeda, yang hingga saat ini pun banyak istilah baru bermunculan. Salah satu identitas gender tersebut adalah ladyboy atau kathoey, yang merujuk pada pria yang mengoperasi tubuhnya untuk jadi wanita.
Sudah bukan rahasia lagi bila keberadaan ladyboy menjadi daya tarik tersendiri bagi pariwisata Thailand.
Banyak wisatawan asing yang sengaja mengunjungi Thailand untuk bertemu dengan ladyboy. Bahkan, banyak peneliti yang melakukan riset tentang ladyboy di negara tersebut. [eta/sindonews]