WahanaNews.co, Jakarta - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, akan memaksa warga Israel dari kelompok Yahudi ultra-ortodoks untuk ikut berperang di Jalur Gaza.
Pernyataan Netanyahu pada Kamis (1/2/2024) tersebut mencuat di saat koalisi dengan partai Yahudi ultra-ortodoks di pemerintahan terancam pecah.
Baca Juga:
Kerap Diserang Israel, PBB Sebut Argentina Jadi Negara Pertama Tarik Pasukan dari UNIFIL
"Kami berencana untuk mewajibkan orang-orang ultra-ortodoks bergabung di IDF (militer Israel) dan pegawai sipil nasional. Kami juga tengah melakukan cara untuk mengenai rencana itu," tutur Netanyahu seperti dikiutip dari Reuters.
Rencana Netanyahu itu pun bertolak belakang dengan putusan Mahkamah Agung Israel sejak 2018 yang mengecualikan warga ultra-ortodoks Israel dari wajib militer.
Netanyahu kemudian menyebut alasannya mewajibkan warga ultra-ortodoks gabung militer. Ia menyatakan agar beban tugas militer bisa dirasakan oleh semua rakyat Israel selama agresi negara itu ke Palestina.
Baca Juga:
Netanyahu Tawarkan Rp79 Miliar untuk Bebaskan Satu Sandera di Gaza
Sebelumnya, parlemen Israel gagal mengeluarkan peraturan baru yang diusulkan kabinet perang Netanyahu itu. Di sisi lain, penangguhan wajib militer bagi warga ultra-ortodoks berakhir Maret ini.
Partai-partai ultra-ortodoks selama ini membantu Netanyahu mendapat suara mayoritas di parlemen bersama partai-partai sayap kanan.
Sebagai imbalan atas dukungannya, warga ultra-ortodoks ditangguhkan dari wajib militer hingga Maret 2024. Namun, Netanyahu tak mau memperpanjang masa penangguhan tersebut sehingga memunculkan ancaman perpecahan di dalam koalisi pemerintahan.
Netanyahu tampaknya menyikapi langkah yang akan diambil menteri pertahanannya untuk memveto kelanjutan undang-undang pengecualian wajib militer terebut, kecuali tercapai kesepakatan yang membuka jalan wamil bagi ultra-ortodoks.
"Kami mengakui dan mendukung mereka (ultra-ortodoks) yang mendedikasikan hidupnya untuk mempelajari Kitab Suci Yahudi. Namun tanpa eksistensi fisik, tidak ada eksistensi spiritual," kata Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.
Ultra-ortodoks sendiri merupakan warga kelas agamawan Israel yang difokuskan khusus urusan agama sehingga dikecualikan dari wajib militer.
Pengecualian tersebut sebenarnya menjadi sumber friksi dengan warga sekuler di Israel sejak lama.
Kaum ultra-Ortodoks mengklaim hak untuk belajar di pendidikan khusus agama ketimbang bertugas di militer selama tiga tahun wamil atau menjadi pegawai negeri sipil.
Beberapa orang mengatakan gaya hidup religius mereka akan bertentangan dengan kebiasaan militer, sementara yang lain menyuarakan penolakan ideologis terhadap negara liberal.
[Redaktur: Sandy]