WahanaNews.co, Tel Aviv - Di tengah gejolak konflik antara Israel dan Hamas di Gaza, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bakal menghadapi lagi proses pengadilan untuk kasus-kasus korupsi yang dituduhkan kepadanya.
Berdasarkan laporan media Israel yang dikutip oleh Al Jazeera pada Selasa (5/12/2023), sebuah pengadilan di Yerusalem mulai mendengarkan kasus tersebut pada Senin (4/12/2023) kemarin.
Baca Juga:
Netanyahu Tawarkan Rp79 Miliar untuk Bebaskan Satu Sandera di Gaza
Sidang tersebut berfokus pada sejumlah tuduhan korupsi yang dialamatkan kepada Netanyahu.
Sidang tersebut sebelumnya dihentikan sementara atas perintah darurat dari menteri kehakiman setelah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober.
Netanyahu didakwa dengan tuduhan penipuan, penyuapan, dan pelanggaran kepercayaan dalam tiga kasus yang diajukan pada tahun 2019, yang dikenal sebagai Kasus 1000, Kasus 2000, dan Kasus 4000.
Baca Juga:
KTT Liga Arab dan OKI Sepakati Tekanan Global: Cabut Keanggotaan Israel dari PBB Segera!
Dalam Kasus 1000, PM Netanyahu, bersama istrinya; Sara, dituduh menerima hadiah, termasuk sampanye dan cerutu, dari produser terkemuka Hollywood Arnon Milchan dan pengusaha miliarder Australia James Packer sebagai imbalan atas bantuan politik.
Tuduhan suap dapat diancam hukuman hingga 10 tahun penjara dan/atau denda.
Penipuan dan pelanggaran kepercayaan dapat dijatuhi hukuman penjara hingga tiga tahun.
Netanyahu, yang merupakan PM terlama Israel, telah membantah melakukan kesalahan apa pun.
Dia mengeklaim menjadi korban “perburuan penyihir” yang diatur secara politik oleh para pesaingnya dan media untuk memecatnya dari jabatan.
Pengadilan ini dimulai pada bulan Mei 2020 dan mengalami penundaan berulang kali karena pertikaian antara pihak pembela dan penuntut, serta dampak pandemi Covid-19.
Sementara itu, Netanyahu diakui menggunakan perangkat hukum yang ada untuk menghindari masalah hukumnya.
Terkait rencana kontroversialnya untuk mengubah sistem peradilan, Israel mengalami gelombang protes sebelum serangan oleh Hamas pada 7 Oktober.
Para kritikus menyatakan bahwa reformasi peradilan yang diusulkan Netanyahu dapat mempolitisasi sistem peradilan dan mengancam independensinya, berpotensi memicu korupsi dan merugikan ekonomi Israel.
Meskipun demikian, Netanyahu tetap mempertahankan niatnya untuk mereformasi, menolak protes, dan menyatakan bahwa tujuannya adalah mengembalikan keseimbangan yang tepat di antara tiga cabang
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]