WAHANANEWS.CO, Jakarta - Serangan militer Amerika Serikat ke Iran terus membuka lembaran demi lembaran baru, dengan kesaksian langsung dari pilot jet tempur yang terlibat dalam operasi penggeboman.
Dalam serangan akhir pekan lalu, pesawat pengebom siluman B-2 menjatuhkan bom GBU-57 ke fasilitas nuklir Iran yang tersembunyi jauh di bawah tanah, menjadi momen yang disebut para pejabat sebagai operasi terbesar dalam sejarah serangan bunker.
Baca Juga:
Mencekam! Pesawat Saudia Airlines Mendarat Darurat di Kualanamu Gegara Ancaman Bom
Jenderal Dan Caine, Ketua Kepala Staf Gabungan AS, mengungkapkan kesaksian salah satu pilot yang menjadi saksi langsung jatuhnya bom penghancur bunker di situs nuklir Fordow.
“Ini adalah ledakan paling terang yang pernah saya lihat. Benar-benar tampak seperti siang hari,” ujar Jenderal Caine, mengutip pernyataan pilot tersebut.
Selain Fordow yang berada di dalam gunung, dua lokasi strategis lainnya juga disasar: situs nuklir Natanz dan Isfahan.
Baca Juga:
Ancaman Bom Guncang Penerbangan Jemaah Haji, Polisi Pastikan Pesawat Aman
Pentagon menyebut operasi tersebut sebagai hasil kerja intelijen selama 15 tahun.
Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth menepis laporan media yang menyebut kerusakan minim. Ia menegaskan, “Presiden Trump menyebutnya sebagai pemusnahan total.”
Jenderal Caine juga membeberkan sisi emosional dari misi tersebut.
“Seorang kru berkata kepada saya bahwa ini terasa seperti Super Bowl. Ribuan ilmuwan, penerbang, dan teknisi terlibat. Mereka mencium orang tercinta sebelum berangkat tanpa tahu apakah mereka akan pulang,” katanya.
“Dan ketika mereka kembali, air mata pun mengalir. Saya merinding saat membicarakan ini.”
Caine juga memberi penghormatan kepada dua perwira dari Defense Threat Reduction Agency (DTRA) yang selama bertahun-tahun mempelajari fasilitas Fordow.
“Mereka hidup dan menghirup target ini. Mereka memimpikannya di malam hari dan membayangkannya setiap hari selama 15 tahun,” katanya.
Ia menegaskan, “Anda tidak membangun kompleks bunker bawah tanah berlapis-lapis dengan sentrifus dan peralatan lain di gunung untuk tujuan damai apa pun.”
Sementara itu, Iran bersikukuh bahwa program nuklir mereka ditujukan untuk keperluan sipil. Namun, cadangan uranium mereka disebut telah melampaui batas aman dan mendekati tingkat senjata.
Presiden AS Donald Trump mengatakan pihaknya akan membuka pembicaraan baru dengan Iran pekan depan. Namun ia menegaskan, “Iran tidak akan bisa membangun ulang fasilitas atau memperkaya uranium. Saya akan bertindak lagi jika perlu.”
Dalam perkembangan lain, Dewan Wali Iran telah menyetujui keputusan parlemen untuk menangguhkan kerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menyatakan bahwa serangan-serangan AS telah memberikan dampak mendalam pada program nuklir mereka.
“Kami perlu memikirkan kembali cara kita melindungi fasilitas-fasilitas nuklir kami,” ujarnya kepada media Al-Araby Al-Jadeed.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]