WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan Iran memanas kembali setelah serangan udara besar-besaran yang diklaim Presiden Donald Trump sebagai keberhasilan besar.
Namun, klaim tersebut segera dipertanyakan setelah sejumlah laporan intelijen menyebutkan bahwa fasilitas nuklir Iran tidak mengalami kerusakan parah.
Baca Juga:
Iran Ubah Teknologi Tesla Jadi Kendaraan Peluncur Rudal, AS Langsung Berang
Ketidaksepakatan versi ini memicu kemarahan Trump yang meledak di media sosial.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meluapkan kemarahannya pada Selasa (24/6/2025), usai sejumlah media mengutip sumber intelijen yang menyebut serangan udara AS gagal menghancurkan situs nuklir Iran.
CNN, salah satu media utama yang melaporkan hal tersebut, menyebut serangan terhadap tiga lokasi nuklir pada Minggu (22/6/2025), tidak menghancurkan komponen inti program nuklir Teheran.
Baca Juga:
Dihantam Rudal Iran, Qatar Kaget Tapi Tetap 'Peluk' Teheran
Laporan ini mengacu pada penilaian awal dari badan intelijen Kementerian Pertahanan AS.
Meski begitu, analisis dampak serangan dan kondisi kerusakan masih berlangsung dan bisa berubah seiring masuknya data intelijen baru.
Di sisi lain, laporan AFP menyebut bom penembus bunker yang dijatuhkan hanya menutup akses ke fasilitas nuklir Iran, sementara struktur bawah tanah yang diyakini menyimpan persediaan uranium tetap utuh.
“Berita palsu CNN, bersama dengan New York Times yang gagal, telah bekerja sama dalam upaya untuk mengkerdilkan salah satu serangan militer paling berhasil dalam sejarah,” tulis Trump dengan huruf kapital di media sosial Truth Social miliknya.
Trump bersikukuh bahwa situs nuklir di Iran telah “hancur total”, berlawanan dengan laporan media yang merujuk pada hasil penilaian intelijen. Ia menilai pemberitaan itu sebagai bentuk ketidakadilan terhadap para pilot dan tentara yang menjalankan misi tersebut.
Pemerintahan Trump pun menolak mentah-mentah laporan yang menyebut serangan itu tidak menghancurkan infrastruktur nuklir Iran. Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengecam kebocoran informasi intelijen yang dinilainya sebagai serangan politik terhadap Presiden Trump.
“Kebocoran penilaian yang dituduhkan ini merupakan upaya yang jelas untuk merendahkan Presiden Trump, dan mendiskreditkan pilot pesawat tempur pemberani yang melakukan misi yang dieksekusi dengan sempurna untuk meluluhlantakkan program nuklir Iran,” tulis Leavitt melalui akun resminya di platform X.
“Semua orang tahu apa yang terjadi ketika Anda menjatuhkan 14 bom seberat 13,6 ton dengan sempurna pada target mereka—pemusnahan total,” tambahnya.
Dalam pernyataan terpisah di atas Air Force One, Trump menegaskan bahwa ketiga fasilitas nuklir utama Iran menjadi sasaran dan telah dihancurkan.
Ia menyebut laporan yang bertentangan dengan versi pemerintahannya sebagai penghinaan terhadap militer AS.
“Sejumlah muatan penuh bom dijatuhkan di Fordo. Fordo sudah lenyap,” tulis Trump.
Serangan besar-besaran pada Minggu tersebut melibatkan tujuh pesawat pembom siluman B-2 Spirit milik Angkatan Udara AS.
Jet-jet berteknologi tinggi itu menjatuhkan 14 bom bunker buster GBU-57 Massive Ordnance Penetrator (MOP) dengan berat sekitar 13 ton per bom.
Sasaran utama dari operasi ini adalah tiga fasilitas penting: Natanz, Fordo, dan Isfahan.
Fasilitas Fordo, yang berada jauh di dalam tanah, disebut-sebut sebagai tempat penyimpanan uranium yang sangat diperkaya.
Natanz sendiri sempat menjadi sasaran serangan Israel di hari pertama perang Iran-Israel, sedangkan Isfahan diyakini menyimpan cadangan uranium mendekati tingkat senjata.
Trump meyakini bahwa serangan ini telah melenyapkan seluruh kemampuan nuklir Iran, meski dunia internasional masih menunggu hasil penilaian independen dan fakta di lapangan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]