WahanaNews.co | Pada dekade 1960-an, Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), yang sekarang dikenal sebagai TNI Angkatan Udara, diakui sebagai kekuatan udara terkuat di wilayah bumi bagian selatan.
Kekuatan AURI pada waktu itu terkait dengan kepemilikan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang modern untuk masanya. Salah satu di antaranya adalah pesawat pengebom strategis Tupolev Tu-16 yang diproduksi oleh Uni Soviet.
Baca Juga:
Mengenal 3 Jenis Pesawat Bomber Andalan Militer Rusia
Melansir Kompas.com, di era Dwikora tahun 1964, pesawat Tu-16 AURI dan awaknya menunjukkan kemampuannya saat dikejar oleh dua pesawat jet Javelin milik Inggris.
Pada saat itu, Marsekal Muda (Purn) Syah Alam Damanik memimpin penerbangan Tu-16 dengan Sartomo sebagai kopilot, Gani sebagai navigator, dan Ketut sebagai awak lainnya dalam misi kampanye Dwikora.
Dalam artikel Majalah Angkasa dengan judul "Pesawat Kombatan TNI AU, Dari Legenda Churen Hingga Kedigdayaan Flanker," diketahui bahwa saat menjalankan misi Dwikora, Damanik sering terbang di atas Selat Malaka menuju Kuala Lumpur, Malaysia.
Baca Juga:
Dibekali Rudal Presisi Nuklir, Inilah Spesifikasi Bomber Tu-160M2 Blackjack
Ketika pesawat mendekati wilayah Penang, salah satu awak melaporkan adanya dua pesawat Javelin Inggris yang lepas landas dari Penang.
Setelah menerima laporan tersebut, Damanik dengan tiba-tiba mengubah arah untuk menghindari pengejaran oleh Javelin. Namun, setelah berbelok, kedua pesawat Javelin tersebut ternyata sudah berada di samping kanan dan kiri Tu-16.
Bermanuver
Foto asli pesawat pembom Tu-16 di Lanud Iswahjudi(TNI AU via Indomiliter.com) Foto asli pesawat pembom Tu-16 di Lanud Iswahjudi.
Saat pesawat sudah diapit Javelin, Damanik menyadari bahwa ia dan rombongan tengah diarahkan untuk mendarat di Malaysia atau Singapura.
Lantas, Damanik langsung mengeluarkan instruksi agar semua awak pesawat bersiaga. Bahkan, Damanik memerintahkan para awak untuk melepaskan tembakan begitu melihat semburan api dari Javelin.
Perhitungan Damanik ketika itu, paling tidak pesawat sama-sama jatuh apabila saling tembak. Tak ayal, hal ini membuat anggota Wanita AURI (Wara) ketakutan.
Selanjutnya, untuk menghindari kejaran Javelin, Damanik melakukan manuver tiba-tiba dengan menurunkan pesawat secara curam. Pesawat diterbangkan dengan kecepatan yang melebihi batas kecepatan Mach 1.
Akibat penurunan yang tiba-tiba tersebut, pesawat Tu-16 mengalami getaran yang kuat. Namun, upaya ini belum berhasil menghindari pengejaran Javelin yang terus mendekat.
Kemudian, Damanik dengan tiba-tiba meningkatkan ketinggian pesawat. Keputusan ini mengagetkan pilot Javelin, yang tidak mengira bahwa pesawat akan melakukan manuver semacam itu. Akibatnya, Javelin terbang terlalu jauh.
Awak pesawat Tu-16 AURI bersorak gembira. Mereka senang karena manuver yang dilakukan telah berhasil.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi para prajurit yang berada di bagian ekor pesawat. Mereka mengalami tekanan gravitasi yang tinggi (G-force) saat pesawat tiba-tiba naik. Akibatnya, perangkat radar pesawat Tu-16 mengalami gangguan.
"Mungkin saya terlalu kasar naiknya. Tapi enggak apa-apa, daripada dipaksa mendarat oleh Inggris," ujar Damanik, dikutip dari Majalah Angkasa. [eta]