WahanaNews.co | Timor Leste selama ini dikenal sebagai negara miskin.
Bahkan, Timor Leste menempati urutan ke-152 dari 162 peringkat ekonomi dunia.
Baca Juga:
Bertemu Mendagin Timor-Leste, Mendag Bahas Peningkatan Kerja Sama Teknis Bidang Perdagangan
Timor Leste semakin mendekati kebangkrutan dan kehabisan uang, karena ladang minyaknya yang semakin menipis.
Tak hanya itu, Timor Leste dikatakan memiliki cadangan uang yang semakin sedikit, dengan pendapatan satu-satunya hanyalah ladang minyak, yang dikelola oleh asing.
Minyak yang dihasilkan ladang minyak Timor Leste akan diberikan dalam bentuk royalti, oleh perusahaan yang mengerjakan mintak tersebut.
Baca Juga:
Ini Peran PKN STAN dan Indonesian AID dalam Reformasi Sektor Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste
Menurut Dokumen Kementerian Luar Negeri Selandia Baru, ini sangat berbahaya.
Ladang minyak yang semakin menipis membuat negara itu semakin kehabisan sumber pendapatannya.
Belum lagi proyek pembangunan yang diprediksi akan memakan uang dalam jumlah besar, dan utang yang cukup tinggi dari China.
"Lebih dari 75 persen sumber daya di ladang Bayu-Undung dan Kitan telah habis," kata dokumen kementerian itu.
"Sejak 2012 (pendapatan minyak dan gas) mengalami penurunan," katanya.
"Pada 2014, pendapatan minyak dan gas memberikan pendapatan 40 persen lebih rendah kepada pemerintah Timor Leste dibandingkan pada 2013," imbuhnya.
Pada tahun 2014, dana minyak bumi menyumbang 93 persen dari total pendapatan negara.
Tetapi pemerintah telah menghabiskan dua kali pendapatan sebenarnya dari dana tersebut setiap tahun sejak 2008.
Tak cukup sampai di situ, Timor Leste juga terancam dengan situasi berbahaya kematian rata-rata pekerja yang cukup tinggi, menurut analisis data kematian akibat kerja oleh ILO, Dewan Keselamatan Nasional, dan Elsevier Ltd.
Studi tersebut mengungkapkan tingkat kematian global dari kegiatan ekonomi di seluruh dunia, mengutip Islandia, Malta dan San Marino sebagai tiga negara paling tidak berbahaya bagi pekerja.
Konsultan kesehatan dan keselamatan di Arinite menganalisis tingkat kematian rata-rata di tempat kerja per 100.000 pekerja di seluruh dunia.
Beberapa negara ditemukan memiliki kondisi kematian di tempat kerja dalam jumlah tinggi.
Seperti di antaranya Bhutan, di Asia Selatan, sebagai negara paling berbahaya bagi pekerja, dengan tingkat kematian rata-rata 31,9 di semua pekerjaan.
Timor Leste adalah yang paling berbahaya kedua, dengan tingkat 29,2 kematian pekerja per 100.000, dan Nepal adalah yang paling berbahaya ketiga, dengan tingkat 28,8.
Sebagai perbandingan, Islandia, yang telah memegang posisi negara paling damai sejak 2008, tidak memiliki kematian akibat kerja, seperti halnya Malta dan San Marino.
Studi tersebut mengatakan negara-negara ini mengalami sedikit kejahatan kekerasan dan memiliki tingkat pendidikan dan tingkat pekerjaan yang sangat tinggi.
Meskipun posisi teratas Malta, itu tidak berarti tidak ada kematian yang tercatat di tempat kerja di pulau itu.
Menurut National Statistics Office (NSO), enam kecelakaan kerja fatal dilaporkan pada paruh pertama tahun 2021.
Sementara pada tahun 2020 total tujuh orang meninggal di tempat kerja, dan tiga kematian dicatat pada tahun 2019.
Menurut NSO, 892 kecelakaan non-fatal per 100.000 orang yang dipekerjakan dilaporkan pada tahun 2020 saja.
Selain itu, pada tahun 2020, total 2.328 kecelakaan non-fatal dilaporkan di Malta, jauh lebih rendah dari 3.258 yang dilaporkan pada 2019 dan 3.252 pada 2018.
Kemudian, CEO Otoritas Kesehatan dan Keselamatan Kerja (OHSA) Mark Gauci, mengatakan ada total 10 kecelakaan fatal di industri konstruksi saja antara 2018 dan 2020. [dhn]