WahanaNews.co | Seorang
pemimpin senior Taliban mengungkapkan, hak dan peran wanita di Afghanistan akan
segera diatur melalui pedoman. Ini termasuk hak mereka untuk bekerja dan
mendapat pendidikan, juga cara berpakaian, akan diputuskan oleh dewan ulama
Islam.
Baca Juga:
Bio Farma Hibahkan 10 Juta Dosis Vaksin Polio untuk Afghanistan
"Para ulama kami akan memutuskan apakah anak-anak
perempuan diizinkan bersekolah atau tidak," ucap salah satu pemimpin
senior Taliban, Waheedullah Hashimi, yang memiliki akses untuk pengambilan
keputusan dalam tubuh kelompok Taliban, seperti dilansir Reuters, Kamis
(19/8/2021).
"Mereka akan memutuskan apakah mereka harus memakai
hijab, burka, atau hanya cadar plus abaya atau sesuatu, atau tidak. Itu
tergantung pada mereka," sebutnya kepada Reuters.
"Orang-orang di Afghanistan 99,99 persen adalah Muslim
dan mereka percaya pada Islam. Ketika Anda mempercayai hukum, tentu saja Anda
harus menerapkan hukum itu. Kami memiliki dewan ulama yang sangat terkemuka.
Mereka akan memutuskan apa yang harus dilakukan," jelasnya.
Baca Juga:
Afghanistan Kembali Gempa Bumi Berkekuatan 6,3 Magnitudo
Pada Selasa (17/8) waktu setempat, juru bicara Taliban,
Zabihullah Mujahid, menyatakan dalam konferensi pers di Kabul bahwa perempuan
akan diizinkan untuk bekerja dan mengakses pendidikan, dan "akan sangat aktif
dalam masyarakat namun dalam kerangka Islam".
Saat menguasai Afghanistan tahun 1996-2001 silam, Taliban
melarang wanita bekerja dan anak perempuan tidak diperbolehkan bersekolah,
serta mewajibkan wanita memakai burqa saat pergi keluar rumah dan didampingi
oleh kerabat laki-laki mereka. Mereka yang melanggar aturan terkadang mengalami
penghinaan dan pemukulan di depan umum oleh polisi syariah Taliban.
Para pemimpin negara Barat telah menegaskan bahwa mereka
akan menilai Taliban yang baru dengan tindakan mereka, termasuk cara
memperlakukan anak perempuan dan wanita.
"Kita akan menilai rezim ini berdasarkan
pilihan-pilihan yang diambilnya, dan berdasarkan tindakan daripada
kata-katanya, berdasarkan sikapnya terhadap terorisme, terhadap kejahatan dan
narkotika, juga akses kemanusiaan, dan hak perempuan untuk menerima
pendidikan," ucap Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, pada Rabu
(18/8) waktu setempat. [rin]