WahanaNews.co | Mantan
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, tidak mampu menyembunyikan
kekesalannya kepada Presiden Afghanistan Ashraf Ghani pada salah satu talkshow
yang disiarkan di Fox News.
Dilansir dari Newsweek, Trump sama sekali tidak menyensor
perkataannya dan secara blak-blakan mengatakan Presiden Afghanistan orang yang
brengsek dan tidak bertanggung jawab.
Baca Juga:
Taliban Persekusi Ratusan Perempuan Afghanistan
"Jujur, saya tidak pernah punya kepercayaan yang besar
terhadap Ghani. Saya mengatakan itu secara terbuka dan saya pikir ia
benar-benar brengsek, saya tidak pernah menyukainya," tegas Trump.
Trump pun menyebut bahwa "punya urusan" dengan Timur Tengah
adalah keputusan terburuk dalam sejarah AS.
Menurutnya, situasi Afghanistan saat ini akan mempengaruhi
hubungan luar negeri AS selama beberapa dekade mendatang.
Baca Juga:
Taliban Larang Anak Perempuan Berusia 10 Tahun untuk Sekolah
"Ini adalah waktu yang mengerikan bagi negara kita, ini
adalah periode waktu paling memalukan yang pernah saya lihat," kata Trump.
Trump yang telah berjanji untuk mengakhiri "perang tanpa
akhir" yang dilakukan AS di Timur Tengah itu sebelumnya merundingkan
kesepakatan dengan Taliban pada Februari 2020 yang kemudian ia "wariskan"
kepada pemerintahan Biden.
Kesepakatan yang ditandatangani di Doha, Qatar tersebut
mempertimbangkan penarikan pasukan AS secara bertahap dari Afghanistan sebagai
imbalan atas komitmen Taliban untuk tidak mendukung al-Qaeda dan kelompok teroris
lainnya di wilayah tersebut.
"Taliban "tidak suka bernegosiasi"," jelas Trump.
Trump juga terus menerus mengkritisi cara mundur dari
tentara Amerika Serikat dan mengatakan AS menjadi objek komedi pihak-pihak
pesaing AS seperti Cina dan Rusia.
"Mereka (China) tertawa, Amerika Serikat "membayar"
banyak tentara Afghanistan, jadi saat AS menarik diri dari Afghanistan, maka
Afghanistan pun akan berhenti berperang," kata Trump.
Menurutnya, sejumlah informasi yang ia peroleh menyatakan
bahwa Afghanistan memiliki tentara bayaran yang tarifnya "salah satu tertinggi"
di dunia.
"Saya diberitahu beberapa informasi yang sangat buruk
oleh banyak orang yang berbeda. Faktanya adalah mereka adalah salah satu
tentara bayaran tertinggi di dunia, mereka digaji untuk melakukan (perang).
Karena begitu kami berhenti dan saat kami pergi, mereka berhenti berkelahi.
Faktanya, negara kami membayar mahal kepada tentara Afghanistan, jadi kami
"menyuap" mereka untuk berperang," tegas Trump.
Dikutip dari laman Sputnik News, Rabu (18/8/2021), Trump
juga membandingkan pengeluaran negara tahunan untuk operasi di Afghanistan
dengan anggaran militer Rusia.
"Kami menghabiskan 42 miliar dolar AS setahun,
bayangkan, 42 miliar dolar AS. Saya mengerti bahwa Rusia menghabiskan 50 milar
dolar AS setahun untuk memenuhi seluruh militer mereka, tapi kami menghabiskan
42 miliar dolar AS untuk Afghanistan dan kami tidak mendapatkan apa-apa,"
papar Trump.
Sebelumnya, Biden mengumumkan keputusannya untuk mengakhiri
kehadiran militer AS di Afghanistan pada 14 April lalu.
Keterlibatan AS di negara itu memang merupakan kampanye
paling lama militer AS di luar negeri.
Saat penarikan pasukan hampir selesai, para pejuang Taliban
memasuki Kabul, ibu kota Afghanistan dan mengambil alih kekuasaan di negara itu
pada 15 Agustus lalu.
Tampaknya, pengambilalihan yang dilakukan oleh Taliban itu
cukup mengejutkan bagi Biden.
Karena ia sebelumnya telah meyakinkan pemilih Amerika
tentang kompetensi dan kekuatan pasukan Afghanistan setelah dilatih AS.
Namun intelijen AS telah memprediksi bahwa Afghanistan akan
jatuh secara cepat ke tangan para pemberontak itu.
Sementara itu, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani yang
merupakan seorang teknokrat, telah mengundurkan diri dan melarikan diri ke luar
negeri dengan membawa uang tunai yang sangat banyak, setelah Taliban menguasai
ibu kota.
Ghani mengklaim "pengalihan kekuasaan" yang secara cepat itu
dilakukan untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah yang bisa saja terjadi.
Namun, kelompok Taliban mengklaim akan mendukung pemerintah
baru yang inklusif dan menghormati keyakinan agama dan nilai-nilai spiritual
semua warga Afghanistan.
Pada saat yang sama, mereka juga bersumpah untuk menjamin
bahwa semua perempuan Afghanistan akan mendapatkan hak mereka sesuai syariah
dan hukum.
Perlu diketahui, sejak 2001, pasukan AS menginvasi
Afghanistan di bawah kepemimpinan mantan Presiden AS George W Bush, sebagai
bagian dari "perang melawan teror" yang dilakukan setelah terjadinya serangan
teror 9/11 atau 11 September.
Invasi tersebut mengakibatkan kematian setidaknya 2.448
prajurit AS dan lebih dari 47.200 warga sipil Afghanistan, serta merugikan
pembayar pajak sekitar 2,261 triliun dolar AS. [rin]