WahanaNews.co, Homs - Pada Kamis (5/10/2023), sebuah serangan menggunakan drone atau pesawat tak berawak di akademi militer Suriah mengakibatkan tewasnya 112 orang. Media Pemerintah Suriah menuding kelompok teroris sebagai pelaku serangan drone di kawasan Homs itu.
Kantor berita Suriah, SANA, melaporkan bahwa kelompok teroris bersenjata menyerang upacara wisuda para perwira di akademi militer.
Baca Juga:
Presiden AS Joe Biden: Tidak Menginginkan Perang Meluas di Timur Tengah
Menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, sebuah lembaga pemantau yang berbasis di Inggris, sebanyak 112 orang meninggal akibat serangan ini, termasuk 21 warga sipil, di antaranya 11 perempuan dan anak-anak. Sedikitnya 120 orang mengalami luka-luka dalam peristiwa tersebut.
Menteri Kesehatan Suriah, Hassan al-Ghobash, awalnya melaporkan bahwa korban tewas mencapai 80 orang, termasuk enam wanita dan enam anak-anak, sementara sekitar 240 orang mengalami luka. Saat ini, belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan drone ini.
Serangan tersebut dilakukan dengan menggunakan drone yang membawa bahan peledak. Pihak militer Suriah bersumpah akan merespons serangan ini dengan kekuatan penuh, sementara pemerintah Suriah telah mengumumkan tiga hari berkabung yang dimulai pada Jumat (6/10/2023).
Baca Juga:
Gempuran Israel di Damaskus Berujung Kematian 4 Prajurit Garda Revolusi Iran
Di wilayah Idlib yang dikuasai pemberontak Suriah, warga setempat melaporkan, terjadi aksi pemboman besar-besaran yang dilakukan pasukan pemerintah sebagai tindakan pembalasan. Observatorium mengatakan, delapan orang tewas dan sekitar 30 lainnya luka-luka.
Sebagian besar provinsi Idlib saat ini berada di bawah kendali Hayat Tahrir al-Sham, yang merupakan kelompok militan yang dulunya merupakan cabang Al-Qaeda di Suriah. Kelompok ini sebelumnya telah memanfaatkan drone untuk melakukan serangan terhadap wilayah yang dikuasai oleh pemerintah.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, sangat mengkhawatirkan serangan drone tersebut dan tindakan penembakannya. Hal ini disampaikan oleh juru bicaranya, Stephane Dujarric.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]