WahanaNews.co | Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, menjawab tuduhan bahwa negaranya menempatkan pasukan di dekat perbatasan dengan Ukraina.
Dirinya pun menyebutkan ada penipuan yang dilakukan oleh Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) terhadap Rusia.
Baca Juga:
Bom Truk Koyak Jembatan Krimea, Tiga Orang Tewas
Pekan lalu ramai di media internasional bahwa 100.000 pasukan Rusia ditempatkan di perbatasan dengan Ukraina.
Hal itu pun disebut-sebut memicu terjadinya ancaman invasi Rusia ke Ukraina.
“Barat menuduh Rusia menempatkan pasukan di wilayah kami sendiri. Ini adalah hak bagi Rusia untuk memobilisasi pasukan, di manapun kami membutuhkannya di dalam wilayah sendiri,” tegas Dubes Vorobieva, dalam wawancara khusus bersama wartawan, Senin (14/2/2022).
Baca Juga:
Soal Dialog Damai, Zelensky Minta Rusia Ganti Presiden Dulu
“Mengapa tidak ada yang menyebutkan bahwa faktanya negara anggota NATO menempatkan pasukan ribuan kilometer jauh dari perbatasan negara mereka sendiri. Sekali lagi, kami menempatkan pasukan di wilayah sendiri. Tidak ada satupun prajurit yang melintasi perbatasan. Sementara prajurit dan perwira NATO disiagakan ke Ukraina dan tidak ada satu pun yang membicarakannya,” sebut Dubes Vorobieva.
Menurutnya, bahkan sebetulnya, Ukraina juga menempatkan banyak pasukan di perbatasan dengan Rusia di wilayah Donbas.
Dan lagi-lagi tidak ada yang menyinggung hal tersebut.
Bagi Dubes Vorobieva, Rusia menempatkan pasukan yang berada di teritori sendiri, mereka berada di wilayah Negeri Beruang Merah.
“Kami ditipu oleh NATO, oleh rekan-rekan dari Barat. Jika Anda ingat ketika Uni Soviet runtuh ada gentleman agreement (perjanjian tidak tertulis) antara Rusia dan NATO. Perjanjian itu menyebutkan tidak akan memperluas diri hingga ke wilayah Timur, karena kekhawatiran keamanan dari Rusia,” ucapnya.
“Mereka (NATO) tidak memenuhi kesepakatan itu. Inilah yang menjadi perhatian Rusia. (Perluasan) ini menjadi ancaman bagi keamanan Rusia. Ini juga yang menjadi alasan meminta NATO dan Amerika serikat untuk memastikan jaminan untuk Rusia. Kami bahkan menyusun kesepakatan mengenai jaminan (keamanan) itu,” imbuhnya.
“Bukan kami, bukan Rusia yang memobilisasi rudal, senjata, pasukan ke perbatasan Kanada atau Meksiko. Ini NATO yang membawa senjata, rudal dan pasukan ke perbatasan Rusia. Bagaimana kami tidak merasa terancam dengan situasi ini,” tegasnya.
Lebih lanjut duta besar yang bertugas di Jakarta sejak 2018 itu menambahkan bawa motivasi negaranya tidak lebih untuk mendapatkan jaminan dari NATO dan Amerika Serikat bahwa keamanan mereka dapat dipastikan.
Pada dasarnya itu termasuk dalam seluruh kesepakatan internasional oleh Rusia dan negara-negara Eropa dalam framework Organization for Security and Co-operation in Europe (OSCE), Deklarasi Istanbul, Deklarasi Astana.
Duta besar kelahiran Kiev pada 1964 itu menegaskan bahwa keamanan dari satu negara tidak boleh dipastikan akan merugikan keamanan negara lain.
Itu yang disebutnya sebagai konsep keamanan indivisible yang berarti setiap negara, baik itu besar atau kecil memiliki hak keamanan mereka dilindungi dan dihormati.
Permintaan Presiden Vladimir Putin bahwa agar Ukraina tidak menjadi anggota NATO juga tak digubris oleh pihak Barat.
Menurut Vorobieva ada hal yang melatarbelakangi permintaan itu.
“Bayangkan jika Ukraina atau bahkan Georgia menjadi bagian dari NATO, maka infrastruktur militer NATO akan mendekat ke perbatasan Rusia. Rudal (dari NATO) akan menggapai Moskow dalam waktu hanya 2-3 menit. Bagaimana kami bisa mendiamkan situasi semacam ini,” tegasnya.
“Itu sebabnya kami berupaya melakukan dialog dengan rekan-rekan dari Barat, agar keamanan kami bisa terjaga. Sekali lagi, kami bukan pihak yang memindahkan rudal-rudal ke perbatasan AS, tetapi yang membawa infrastruktur militer mereka perbatasan Rusia,” pungkasnya. [dhn]