WahanaNews.co
| Menjelang masa tiga bulan gejolak akibat
kudeta, kekerasan di Myanmar nampak belum reda.
Korban
tewas terus berjatuhan, bahkan sehari setelah junta militer mengklaim akan
mengakhiri kekerasan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perhimpunan
Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) di Jakarta pada Sabtu (24/4/2021) pekan
lalu.
Baca Juga:
Strategi Kolaborasi Ekonomi Indonesia-Australia Kembali Diperkuat untuk Lanjutkan Berbagai Komitmen Kerja Sama
Hingga
kini, menurut catatan Lembaga Perhimpunan Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik
Myanmar (AAPP), jumlah korban tewas dalam bentrokan antara rakyat dan aparat
keamanan mencapai 751 orang.
Sementara
yang ditahan sejak kudeta pada 1 Februari lalu mencapai 4.437 orang.
Sebelum
pelaksanaan KTT ASEAN yang digelar di Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, jumlah
korban meninggal dalam krisis politik di Myanmar mencapai 748 orang.
Baca Juga:
Dukung World Water Forum 2024, PLN Bakal Siapkan 52 Charging Station
Perdana
Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin, menyatakan, di dalam pertemuan itu pemimpin
junta Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, bersedia mengakhiri kekerasan.
Akan
tetapi, sehari setelah pertemuan, korban tewas di Myanmar bertambah tiga orang.
Sementara
itu, di Myanmar para aktivis pro demokrasi mengkritik junta militer dan para
pemimpin negara Asia Tenggara, yang menghasilkan konsensus tetapi tidak
memberikan batasan waktu.
Beberapa
aksi unjuk rasa juga terus terjadi di kota-kota besar Myanmar pada Minggu (25/4/2021)
kemarin.
"Apakah
itu ASEAN atau PBB, mereka hanya akan bicara dari luar dengan mengatakan
'jangan melawan tapi negosiasikan dan selesaikan masalah.' Tapi itu tidak
mencerminkan situasi dasar Myanmar," terang salah satu anggota kelompok
protes Komite Kolaborasi Mogok Massal, Khin Sandar, seperti dikutip Reuters.
"Kita
akan melanjutkan protes," tambahnya.
Pertemuan
para petinggi negara ASEAN, yang berlangsung di Jakarta pada akhir pekan lalu,
juga diwarnai demonstrasi.
Aksi
itu digelar oleh Leaders and Organizers of Community Organization in Asia
(LOCOA).
LOCOA
merupakan koalisi dari Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Urban Poor
Consortium (UPC), dan Front Muda Revolusioner Komite Pimpinan Jakarta.
Dalam
keterangan pers, LOCOA menyayangkan KTT ASEAN yang membahas krisis Myanmar tapi
tidak mengundang pemerintah yang sah atau kelompok oposisi.
"LOCOA
mengutuk keras ASEAN dan negara-negara anggotanya karena mengundang Junta
Militer ke KTT ASEAN," demikian bunyi keterangan resmi itu.
LOCOA
juga mengutuk junta Myanmar atas kekerasan menghadapi demonstrasi damai,
melakukan aksi pembunuhan di luar mekanisme hukum (extrajudicial killing),
penahanan, penyiksaan, dan penjarahan serta perbuatan mereka tidak
dipertanggungjawabkan secara hukum (impunitas).
Selain
itu, LOCOA menuntut militer Myanmar menghentikan aksi kekerasan melawan
pengunjuk rasa damai dan warga sipil.
Pihaknya
turut mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk segera mengirimkan misi
pemantauan dan dukungan kemanusiaan. [qnt]