Situasi ini menjadi awal dari pertarungan hukum selama 15 tahun melawan Google.
Pada Juni 2017, Komisi Eropa memutuskan bahwa Google telah menyalahgunakan posisinya sebagai pemain dominan di pasar dan menjatuhkan denda sebesar €2,4 miliar (sekitar Rp40 triliun).
Baca Juga:
Incar Isi Rekening, Link Berbahaya di Gmail Kini Bisa Menyamar
Kasus ini menjadi tonggak penting dalam upaya regulasi terhadap perusahaan teknologi besar.
Google menghabiskan tujuh tahun untuk mengajukan banding atas putusan tersebut, namun pada September tahun ini, Pengadilan Eropa menolak permohonan tersebut.
Dalam wawancara pertama mereka setelah putusan pengadilan, Shivaun dan Adam mengungkapkan bahwa mereka awalnya mengira penurunan peringkat situs mereka disebabkan oleh kesalahan teknis.
Baca Juga:
Tiga Fitur Anti-Maling di Hp Android Segera Diluncurkan Google
"Kami pikir ada kesalahan yang tidak disengaja sehingga situs kami terdeteksi sebagai spam," jelas Shivaun dalam wawancara dengan program The Bottom Line di Radio 4.
"Kami berasumsi bahwa masalah ini bisa diselesaikan melalui jalur yang tepat," tambah Shivaun yang kini berusia 55 tahun. "Jika lalu lintas internet diblokir, otomatis kami tidak bisa menjalankan bisnis," sambung Adam yang berusia 58 tahun. Mereka berulang kali meminta Google untuk mencabut penalti tersebut, namun setelah lebih dari dua tahun, tidak ada perubahan, bahkan tidak ada tanggapan dari Google.
Di mesin pencari lain, peringkat situs mereka tergolong normal, namun itu tidak cukup membantu karena mayoritas pengguna internet mengandalkan Google.