WahanaNews.co | Laporan lembaga riset TransitionZero menyebutkan bahwa sebanyak 3.000 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di seluruh dunia harus dimatikan sebelum 2030.
Kebijakan ini perlu dilakukan negara-negara di dunia agar suhu dunia tidak meningkat 1,5 derajat Celcius seperti yang kerap dikhawatirkan selama ini.
Baca Juga:
Pemkab Batang Apresiasi Kontribusi PT Bhimasena Power dalam Layanan Kesehatan dan Pembangunan
Menurut TransitionZero, pemadaman PLTU itu perlu dilakukan untuk memangkas 1.000 GW atau 50 persen dari total pengoperasian pembangkit saat ini yang mencapai lebih dari 2.000 GW di seluruh dunia. Estimasinya, satu unit pembangkit harus ditutup per hari sampai 10 tahun ke depan.
Lebih lanjut, laporan yang terbit beberapa hari sebelum perhelatan The COP 26 UN Climate Change Conference di Skotlandia itu menyatakan bahwa hampir 1.000 GW daya pembangkit yang perlu dimatikan berasal dari China. Sebab, Negeri Tirai Bambu itu merupakan sumber terbesar gas efek rumah kaca dan pemilik setengah dari PLTU di seluruh dunia.
"Kesimpulan logisnya bahwa setengah dari upaya perlu datang dari China," ungkap Analis TransitionZero Matt Gray dalam laporan tersebut, seperti dilansir dari The Straits Times, Jumat (29/10).
Baca Juga:
Usut Tuntas Skandal Proyek PLTU 1 Kalbar, ALPERKLINAS: Jangan Sampai Pasokan Listrik ke Konsumen Terhambat
Sementara Presiden China Xi Jinping sejatinya telah berjanji untuk mengurangi penggunaan batu bara di negaranya mulai 2025. Saat ini, porsi penggunaan batu bara di China turun dari 72,4 persen pada 2005 menjadi 56,8 persen dari total bauran energi di China pada 2020.
Kendati telah menurunkan porsi penggunaan batu bara, namun volume konsumsi batu bara di China sebenarnya terus meningkat. Hal ini juga telah menjadi sorotan dunia. Begitu pula pada saat ini ketika krisis energi melanda negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Menurut TransitionZero, krisis energi di China saat ini justru akan kembali meningkatkan penggunaan batu bara dalam jangka pendek. Namun di sisi lain, krisis energi tersebut diharapkan bisa mendorong pengusaha energi China untuk mulai melakukan transisi energi dalam memenuhi kebutuhan mereka.
"Saya pikir adil untuk mengatakan bahwa perlu menjaga lampu tetap menyala dan menjaga bangunan tetap hangat, ini akan menjadi prioritas eksklusif pemerintah China menjelang musim dingin. Tetapi harapan kami adalah agar krisis ini dilihat sebagai peringatan untuk ketergantungan pada tenaga batu bara," tandasnya. [rin]