WahanaNews.co | Pilot Angkatan Udara (AU) Afghanistan yang bersembunyi dari Taliban menyatakan rasa kecewanya terhadap Amerika Serikat (AS).
Ia merasa AS, sebagai pihak yang telah melatih mereka sudah tak peduli lagi.
Baca Juga:
Donald Trump Mulai Umumkan Nominasi Anggota Kabinet, Ini Daftarnya
Pilot AU Afghanistan berpangkat kapten itu mengungkapkan dirinya dan sejumlah kru tengah bersembunyi dari Taliban.
Ia pun menegaskan mereka sudah tak dipedulikan oleh AS, yang sebelumnya adalah sekutu mereka.
Pilot tersebut mengatakan dirinya dan keluarga mereka berisiko diburu dan dibunuh oleh Taliban.
Baca Juga:
Prabowo Dukung Solusi Dua Negara untuk Selesaikan Konflik Palestina
“Kami berjuang bersama dengan sekutu Amerika selama lima tahun. Namun kini mereka melupakan kami,” katanya dari sebuah rumah perlindungan di Kabul dikutip New York Times.
Sejumlah pilot yang juga berbicara dengan telepon dari Afghanistan mengungkapkan mereka tak mendengar kabar apa pun dari Pemerintah AS.
Meski begitu, mereka dibantu oleh mantan pensihat militer, yang kebanyakan sukarelawan daru Operasi Janji Suci, untuk membantu personil AU Afghanistan mendapat keamanan.
Menurut Brigadir Jenderal David Hicks, pensiunan perwira AU AS yang merupakan kepala eksekutig Operasi Janji Suci, mengatakan telah mendapat pesan minta tolong dari pilot yang tertahan di Afghanistan.
Mereka menanyakan apakan Pemerintah AS memiliki rencana menempatkan mereka di lokasi yang aman.
“Kami menemukan bahwa AS tak memiliki rencana untuk melakukan apa pun, demi membawa orang-orang ini keluar,” kata Hicks.
“AS telah menghabiskan jutaan untuk mendidik dan memotivasi tinggi orang-orang ini. Berdasarkan apa yang merela lakukan untuk melawan Taliban, mereka seharusnya mendapat prioritas,” tambahnya.
Sementara itu Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS mengaku berkomunikasi dengan Pemerintah Tajikistan, yang merupakan salah satu tempat tujuan pilot-pilot itu kabur dari Afghanistan, untuk merespons permintaan tolong mereka.
“AS telah memverifikasi identitas dari sekitar 150 warga Afghanistan setelah mendapatkan akses dari grup terakhir pada pertengahan Oktober lalu,” ujarnya. [rin]