WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketegangan di Timur Tengah terus meningkat seiring kebijakan Amerika Serikat (AS) yang menegaskan akan melanjutkan serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman hingga mereka menghentikan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah.
Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, menyampaikan sikap tegas negaranya dalam sebuah wawancara televisi pada Minggu (16/3/2025).
Baca Juga:
Houthi Yaman Jatuhkan Drone AS dan Serang Kapal Groton di Teluk Aden
Serangan udara AS pada Sabtu lalu menewaskan setidaknya 53 orang, termasuk lima anak dan dua perempuan, serta melukai 98 orang lainnya, menurut laporan Kementerian Kesehatan yang dikelola Houthi.
Serangan ini menjadi operasi militer terbesar AS di Timur Tengah sejak Presiden Donald Trump kembali berkuasa pada Januari lalu.
Seorang pejabat AS yang dikutip Reuters mengungkapkan bahwa kampanye militer ini kemungkinan akan berlangsung selama beberapa minggu, bergantung pada respons Houthi. Namun, kelompok tersebut menunjukkan perlawanan kuat.
Baca Juga:
Berbekal Perangkat Jadul, Houthi Nekat Lawan AS yang Andalkan Jet Tempur Canggih F-35
Pemimpin Houthi, Abdul Malik al-Houthi, menegaskan dalam pidato televisi bahwa mereka akan membalas serangan AS dengan menargetkan kapal-kapal AS di Laut Merah.
"Jika mereka terus menyerang, kami juga akan meningkatkan eskalasi," tegasnya.
Biro politik Houthi mengecam serangan udara AS dan menyebutnya sebagai "kejahatan perang." Moskow juga mengkritik serangan tersebut dan meminta Washington segera menghentikan agresi di Yaman.
Juru bicara militer Houthi mengklaim telah meluncurkan rudal balistik dan drone untuk menyerang kapal induk USS Harry S. Truman dan kapal perang AS lainnya di Laut Merah.
Namun, seorang pejabat AS menyatakan bahwa jet tempur AS berhasil menembak jatuh 11 drone Houthi pada Minggu, serta melacak rudal yang jatuh di lepas pantai Yaman tanpa menimbulkan ancaman besar.
"Begitu Houthi menghentikan serangan terhadap kapal kami, kami juga akan berhenti menyerang mereka. Namun sampai saat itu, operasi ini akan terus berlanjut," ujar Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth dalam wawancara dengan Fox News.
Ia menegaskan bahwa langkah ini diambil untuk menjaga kebebasan navigasi di perairan internasional, yang dianggap penting bagi kepentingan nasional AS.
Selain itu, ia menuding Iran sebagai pendukung utama kelompok Houthi.
Iran merespons dengan pernyataan keras. Komandan Pasukan Garda Revolusi Iran, Hossein Salami, mengatakan bahwa Houthi bertindak secara independen, tetapi memperingatkan bahwa Iran akan bertindak tegas jika ancaman terhadap negaranya meningkat.
"Kami memperingatkan musuh bahwa Iran akan merespons dengan tegas dan destruktif jika ancaman ini terus berlanjut," tegas Hossein Salami kepada media pemerintah Iran.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan menghentikan aktivitas militer di Yaman.
Ia memperingatkan bahwa eskalasi konflik ini dapat memperburuk krisis kemanusiaan di negara tersebut.
Serangan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah telah mengganggu perdagangan global.
Sejumlah perusahaan pelayaran internasional mulai mengalihkan rute mereka demi menghindari konflik, yang berdampak pada kenaikan biaya logistik dan keterlambatan pengiriman barang.
Houthi mengklaim serangan terhadap kapal asing dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina di Gaza.
Mereka mengancam akan terus menyerang kapal-kapal Israel jika Tel Aviv tidak mencabut blokade bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Dengan meningkatnya serangan dan ancaman balasan antara AS dan Houthi, situasi di Timur Tengah semakin tidak menentu.
Peran Iran dalam konflik ini juga menjadi sorotan utama, dengan AS dan sekutunya menuduh Teheran berada di balik agresi Houthi.
Sementara itu, seruan internasional untuk menurunkan ketegangan terus bergema. Namun, tanpa langkah konkret dari kedua belah pihak, konflik ini tampaknya masih akan terus berlanjut.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]