WahanaNews.co, Gaza - Iran akhirnya merilis pernyataan resmi terkait ketegangan di Laut Merah yang memicu Amerika Serikat (AS) menurunkan armada tempurnya ke wilayah tersebut.
Pernyataan ini disampaikan melalui rilis resmi Perwakilan Iran di PBB pada Selasa (9/1/2024).
Baca Juga:
Perdagangan Tersendat, China Jadi 'Korban' Baru Konflik Laut Merah
Dalam surat tersebut, Teheran menyuarakan peringatan tegas terhadap tindakan AS yang dianggap dapat mengancam perdamaian di tingkat regional.
Iran mencatatkan bahwa negara tersebut memperingatkan terhadap upaya mengalihkan fokus dari akar masalah yang menjadi penyebab situasi tegang di Laut Merah saat ini.
"AS dan Israel, dengan menuduh Iran terlibat dalam ketegangan di Laut Merah, memiliki agenda yang jelas: untuk mengalihkan perhatian global dari serangan brutal yang dilancarkan oleh Israel dengan dukungan AS terhadap warga sipil di Jalur Gaza dan Tepi Barat," demikian isi surat yang dikutip dari laman resmi Perwakilan Iran di PBB.
Baca Juga:
Berbekal Perangkat Jadul, Houthi Nekat Lawan AS yang Andalkan Jet Tempur Canggih F-35
Sebelumnya, AS telah menuduh Iran terlibat dalam eskalasi di Laut Merah yang dipicu oleh serangan kelompok pemberontak Yaman yang didukung oleh Iran, Houthi, terhadap kapal dagang yang terkait dengan Israel di perairan tersebut, sebagai bentuk solidaritas terhadap Gaza.
Washington sendiri telah mengirimkan armada tempur untuk menangkal serangan Houthi.
Bahkan, militer AS juga menembaki anggota kelompok itu hingga tewas saat ingin menaiki kapal Maersk Hangzhou milik raksasa perkapalan Denmark, Maersk.
Iran, di sisi lain, telah mengirimkan sebuah kapal perang penghancur Alborz ke wilayah itu pasca turunnya armada AS di Laut Merah.
Mengutip laporan Mehr News Agency, kapal perang yang masuk ke perairan itu bernama Alborz, Kapal itu merupakan bagian dari Grup 94 yang dilengkapi dengan rudal jelajah jarak jauh.
Media Iran lainnya, Tasnim, lebih lanjut mencatat bahwa kapal militer Iran telah menjalankan misi regulernya untuk menjaga keamanan maritim. Tercatat, armada laut Iran telah memerangi bajak laut di laut lepas dan melaksanakan tugas lainnya sejak tahun 2009.
"Alborz bergabung dengan armada angkatan laut di Bandar Abbas (Iran selatan) pada tahun 1972 dan menjalani berbagai proses pengembangan dan modernisasi. Pada tahun 2015, kapal ini memasuki Selat Bab Al Mandab, dan pada tahun 2019, kapal ini ikut serta dalam latihan angkatan laut trilateral yang melibatkan Rusia, China, dan Iran," tulis media Lebanon, Al Mayadeen.
Sementara itu, ketegangan ini juga mendorong beberapa raksasa perkapalan dunia seperti Maersk, Ocean Network Express (ONE), Hapag Lloyd, dan Hyundai Merchant Marine (HMM) untuk menghindari perairan itu.
Mereka memilih untuk memutar ke Tanjung Harapan di ujung Selatan Afrika.
Dampak dari situasi di Laut Merah telah mencakup peningkatan tarif pengiriman.
Tarif angkutan barang dari Asia ke Eropa Utara melonjak lebih dari dua kali lipat dalam minggu ini, mencapai lebih dari US$ 4.000 (sekitar Rp 62 juta) per unit 40 kaki.
Selain itu, harga minyak juga diprediksi akan mengalami kenaikan mengingat pentingnya Laut Merah dalam distribusi bahan bakar dan kekhawatiran bahwa eskalasi konflik akan meningkat di seluruh kawasan Timur Tengah.
Dalam sebuah wawancara, kepala divisi perminyakan Goldman Sachs, Daan Struyven, mengungkapkan potensi ancaman bahwa harga minyak dapat melonjak dua kali lipat.
Ia menyebutkan bahwa hal ini dapat terjadi jika kelompok pemberontak Houthi memulai serangan di Selat Hormuz, yang merupakan jalur masuk ke Dunia Arab melalui Teluk Persia.
"Laut Merah berfungsi sebagai jalur transit, dan bila terjadi gangguan berkepanjangan di sana, harga minyak bisa meningkat hingga tiga atau empat dolar lebih tinggi," demikian dikutip dari Oil Price pada hari Senin.
"Namun, jika terjadi gangguan di Selat Hormuz selama satu bulan, harga minyak dapat naik hingga 20%, bahkan dapat melipatgandanya jika gangguan berlanjut dalam periode waktu yang lebih lama," tambahnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]