WahanaNews.co, Selangor - Perkampungan ilegal yang hampir semua penghuninya adalah warga negara Indonesia (WNI) di Shah Alam, Selangor digerebek Imgrasi Malaysia.
Dalam penggerebekan yang dilakukan pada Minggu (18/2/2024) itu, Departemen Imigrasi Malaysia menangkap setidaknya 132 imigran gelap.
Baca Juga:
Tips Untuk Amankan Nomor Hp dari Pinjol
Dari jumlah tersebut, sebanyak 130 orang di antaranya adalah warga Indonesia yang terdiri dari 76 laki-laki, 41 perempuan, dan 13 anak-anak, termasuk bayi berusia 9 bulan. Sedangkan, dua orang lainnya adalah warga Bangladesh.
Pekampungan atau permukiman ilegal itu tepatnya berada di dalam kawasan perkebunan kelapa sawit di wilayah Setia Alam.
Wakil Direktur Jenderal (Operasi) Imigrasi Malaysia, Jafri Embok Taha, mengatakan berdasarkan hasil hasil intelijen dan aduan masyarakat, perkampungan tersebut telah ada selama empat tahun terakhir dan dilengkapi dengan listrik.
Baca Juga:
Penyataan Polda Sulteng Soal Tambang PT PBS di Sungai Bou Punya Dokling-IUP Terbantah oleh Temuan DLH
"Para warga asing ini diyakini menyewa daerah tersebut dari penduduk setempat, yang juga memasok listrik. Ketua Kampung di sini mengatakan bahwa mereka membayar sekitar 6.000 ringgit Malaysia per bulan untuk sewa lahan seluas 0,6 hektare,” jelas dia, sebagaimana dikutip dari Kantor berita Bernama.
Ia menyebut, operasi penggerebekan pada hari Minggu ini dilaksanakan mulai pada pukul 02.38 pagi.
"Di pemukiman ilegal ini juga terdapat toko kelontong, warung makan, dan surau (tempat ibadah). Sebagian besar orang asing ini bekerja sebagai petugas kebersihan, pelayan restoran, dan pekerja bangunan di daerah sekitar," katanya setelah operasi penegakan hukum.
Dia mengatakan, berdasarkan pemeriksaan, semua WNA yang terjaring tidak memiliki dokumen perjalanan yang sah dan sudah terlalu lama berada di Malaysia.
"Selama operasi yang berlangsung selama tiga jam itu, ada yang memanjat ke atap dan mengunci diri (di dalam rumah) agar tidak ditangkap aparat.
Jafri mengatakan bahwa operasi tersebut melibatkan 220 personel dari berbagai instansi, termasuk Pasukan Operasi Umum (GOF), dan Departemen Registrasi Nasional, dan kasus ini diselidiki berdasarkan Undang-Undang Imigrasi 1959/63.
Ketika ditanya tentang tindakan terhadap pemilik tanah, ia menjawab bahwa peninjauan lebih lanjut akan dilakukan berdasarkan Pasal 55E (1) Undang-Undang Imigrasi 1959/63.
Dia juga mengingatkan masyarakat dan pengusaha untuk tidak menampung imigran ilegal, atau menghadapi tindakan hukum.
Sementara itu, sebagai informasi, Malaysia bukan kali ini saja pernah menemukan perkampungan ilegal warga Indonesia.
Misalnya, pada Februari tahun lalu, Departemen Imigrasi Malaysia juga pernah menggerebek perkampungan ilegal warga Indonesia di Nilai, Negeri Sembilan.
Sementara, pada Juni 2023, Otoritas Malaysia menemukan perkampungan ilegal WNI di Pulau Meranti, Puchong.
Sebelumnya tahun lalu, Tim operasi gabungan yang dipimpin Departemen Imigrasi Malaysia (Jabatan Imigresen Malaysia/JIM) menggerebek perkampungan ilegal warga Indonesia di dalam hutan Puncak Alam, Selangor, pada Sabtu (16/9/2023) dini hari.
Ketua Pengarah Imigresen Malaysia, YBhg Dato’ Ruslin bin Jusoh, mengatakan 95 orang diperiksa selama operasi tersebut.
Dari jumlah tersebut, 39 orang di antaranya, termasuk tiga anak, harus ditahan karena berbagai pelanggaran.
"Sisanya, 56 orang tidak ditahan karena mereka telah terdaftar di bawah Program Rekalibrasi Tenaga Kerja (RTK) 2.0 dan memiliki Izin Kunjungan Kerja Sementara (PLKS) yang masih berlaku," kata dia dalam sebuah pernyataan tentang temuan perkampungan ilegal warga Indonesia pada Selasa (19/9/2023).
Ruslin menjelaskan, operasi terpadu ini melibatkan 110 petugas penegak hukum, termasuk 13 petugas dari kantor pusat Departemen Imigrasi Putrajaya, 13 petugas dari Departemen Registrasi Nasional Malaysia, dan lima petugas dari Angkatan Pertahanan Sipil Malaysia (APM).
Dia bercerita, petugas yang terlibat dalam operasi tersebut menghadapi tantangan berat selama kegiatan.
Sebab, para patugas harus berjalan di medan yang tidak dikenal di dalam hutan selama 15 menit di malam hari, sementara daerah itu dikelilingi oleh lereng yang curam.
"Ini adalah tugas yang sangat menantang karena pemukiman ilegal itu jauh dari jalan utama dan dikelilingi oleh lereng-lereng yang berbahaya dan jauh di dalam hutan. Selain itu, ada juga jalur-jalur yang digunakan para imigran gelap untuk melarikan diri dari pihak berwenang," katanya, sebagaimana dikutip dari Kantor berita Bernama.
Ruslin menambahkan bahwa informasi mengenai pemukiman ilegal tersebut telah disampaikan kepada pemerintah daerah setempat untuk ditindaklanjuti.
Semua imigran ilegal, yang berusia antara 2 hingga 59 tahun, akan ditahan di Pusat Penahanan Imigrasi di Semenyih, Selangor.
Imigran gelap rela pertaruhkan nyawa untuk kabur
Bernama melaporkan, para imigran gelap asal Indonesia yang mendirikan perkampungan ilegal di hutan Puncak Alam rela mempertaruhkan nyawa mereka untuk menghindari penangkapan oleh pihak berwenang saat dilakukan operasi operasi gabungan pada akhir pekan lalu.
Disebutkan, ada yang dengan sengaja melompat menuruni lereng curam di hutan pada malam hari.
Sementara, beberapa orang mencoba menyelinap melalui jalur pelarian di hutan.
Namun, modus operandi mereka gagal karena petugas penegak hukum telah mengepung daerah tersebut selama dilakukan penggerebekan pada pukul 02.00 dini hari waktu setempat.
[Redaktur: ALlpredo Gultom]