WahanaNews.co | Pemerintah Indonesia memutuskan menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia. Hal ini disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri RI.
Kemlu RI menyebut, pihak Malaysia tidak mematuhi kesepakatan dalam nota kesepahaman (MoU) terkait penempatan pekerja migran sektor domestik dari Indonesia ke Malaysia yang ditandatangani pada 1 April lalu.
Baca Juga:
Kapolri Dapat Gelar Panglima Gagah Pasukan Polis dari Kerajaan Malaysia
"Perwakilan kita di Malaysia menemukan beberapa bukti bahwa Malaysia masih menerapkan system maid online (SMO)," ucap Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI) Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, dalam pembaruan pers virtual di Jakarta, Kamis, 14 Juli 2022.
Kemlu RI menyebut, sistem mekanisme perekrutan ini di luar kesepakatan yang da dalam MoU tersebut. Hal ini, kata Judha, tidak sesuai dengan isi yang ditandatangani bersama.
"Secara khusus, SMO ini membuat posisi pekerja migran kita menjadi rentan tereksploitasi, karena mekanisme perekrutan ini 'mem-by pass' UU no.18 tahun 2017, mengenai perlindungan pekerja migran," tegas Judha.
Baca Juga:
Pelaku Penyandera Bocah di Pospol Pejaten Mau Uang Tebusan dan Seorang Resedivis TPPO
Ia menambahkan, pekerja migran Indonesia yang berangkat dengan sistem ini, akhirnya tidak melalui tahap-tahap yang legal. Menyikapi hal tersebut, diadakan rapat dengan kementerian dan lembaga di pemerintah pusat.
"Diputuskan untuk menghentikan sementara waktu penempatan WNI ke Malaysia termasuk komitmen untuk menghentikan mekanisme SMO penempatan pekerja migran Indonesia sektor domestik ke Malaysia," ungkap Judha.
Keputusan ini disampaikan secara resmi oleh KBRI Kuala Lumpur kepada Kementerian Sumber Manusia Malaysia.
Judha mengatakan, kementerian tersebut yang menandatangani MoU pada April lalu, bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan Indonesia.
Dari hasil monitor KBRI Kuala Lumpur, Kementerian Sumber Manusia Malaysia telah menerbitkan surat yang menyampaikan segera membahas isu ini dengan Kementerian Dalam Negeri Indonesia.
Mekanisme SMO ini berada di bawah kewenangan Kementerian Dalam Negeri Malaysia.
"Kami mengharapkan hasil positif dalam pembahasan tersebut," pungkas Judha.
Perusahaan Malaysia telah mengajukan sekitar 20.000 aplikasi untuk pekerja, sekitar setengahnya untuk pekerjaan di sektor perkebunan dan manufaktur, menurut Hermono.
Malaysia bergantung pada jutaan pekerja asing, yang sebagian besar berasal dari Indonesia, Bangladesh, dan Nepal, untuk mengisi pekerjaan pabrik dan perkebunan yang dijauhi oleh penduduk setempat.
Tetapi meskipun mencabut pembekuan pandemi pada perekrutan pada bulan Februari, Malaysia belum melihat kembalinya pekerja secara signifikan di tengah lambatnya persetujuan pemerintah dan pembicaraan yang berlarut-larut dengan negara-negara sumber mengenai perlindungan karyawan.
Ada kekhawatiran yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir atas perlakuan terhadap pekerja migran, dengan tujuh perusahaan Malaysia dilarang oleh Amerika Serikat dalam dua tahun terakhir atas apa yang digambarkan sebagai "kerja paksa".
Perlindungan dan Keadilan Para Pekerja Migran
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengungkapkan perlindungan dan keadilan bagi pekerja migran Indonesia harus diperjuangkan dengan mengedepankan semangat persatuan dan dialog dalam rangka mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan.
"Perlindungan warga negara mestinya mendapatkan tempat utama dalam setiap dinamika bernegara, termasuk terhadap para pekerja migran Indonesia," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Perjuangan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (6/7/2022).
Apalagi, ujar Lestari, mekanisme perlindungan pekerja migran Indonesia sudah tercantum dalam UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. "Hal itu sekaligus menegaskan bahwa perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia merupakan tanggung jawab negara," tegas Rerie, sapaan akrab Lestari.
Namun, ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, di saat menghadapi ragam permasalahan kasus yang melibatkan pekerja migran, seringkali terkesan negara tidak hadir melindungi para pekerja.
Perlindungan Sering Terabaikan
Secara individu maupun kelompok pekerja, tambah Rerie, pekerja migran sering terabaikan dalam setiap upaya menuntut kejelasan perlindungan atau jaminan yang telah diatur dalam skema perlindungan baik dalam undang-undang maupun peraturan turunannya.
Rerie juga mengingatkan, pentingnya kehadiran Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) di dalam negeri, yang saat ini proses legislasinya mandek di DPR.
"Perlindungan warga negara, mestinya mendapatkan tempat utama dalam setiap dinamika bernegara," tegas Rerie. [rin]