WahanaNews.co | Indonesia berpeluang menjadi negara Climate Superpower yang nantinya mempunyai peranan sangat penting dalam penanggulangan perubahan iklim dunia.
Hal tersebut dikemukakan oleh Presiden COP26, Alok Sharma, dalam keterangan resmi yang diterima media, Minggu (24/10/2021).
Baca Juga:
BMKG Kalsel Intensifkan Edukasi Masyarakat Terkait Peningkatan Suhu Signifikan Lima Dekade Terakhir
Kebijakan yang diambil Indonesia dalam upaya memerangi perubahan iklim akan berdampak besar di seluruh dunia.
Presiden Direktur PT Rimba Makmur Utama, Dharsono Hartono, menilai, untuk dapat mencapai target dunia 1,5 derajat, maka harus menurunkan 23 gigaton pada tahun 2030.
Menurutnya, Indonesia strategis karena mempunyai sumber alam yang luar biasa.
Baca Juga:
Buka Indonesia International Sustainability Forum 2024, Presiden Jokowi Sampaikan Strategi Penanganan Perubahan Iklim
Menurut Dharsono, Indonesia diestimasikan mempunyai stok hampir 300 miliar ton karbon.
“Indonesia dapat menjadi solusi dan membawa ini ke Glasgow untuk menunjukkan bahwa Indonesia ready to contribute, dan dapat memberikan solusi untuk dunia yang sudah terbukti dengan tercapainya deforestasi yang rendah dalam 10 tahun terakhir,” katanya.
Dalam praktiknya, di keterangan resmi tersebut, Indonesia Commodities and Derivatives Exchange (ICDX) melihat potensi yang dimiliki oleh Indonesia harus dikelola dengan baik, sehingga dapat menjadi langkah yang strategis dalam penanggulangan perubahan iklim.
Menurut ICDX, salah satu bentuk pengelolaan yang dapat dilakukan adalah menciptakan ekosistem dengan membentuk infrastruktur yang diregulasi, sehingga dapat menghadirkan pasar dan perdagangan karbon yang transparan.
Selain itu, menurut mereka, Infrastruktur yang diregulasi juga bermanfaat dalam memberikan kesadaran tentang carbon neutrality kepada masyarakat dan para pelaku bisnis di Indonesia.
Board of Member ICDX, Megain Widjaja, dalam Webinar A Climate Superpower Indonesia: Collaborative Efforts to Tackle Climate Crisis, menilai Indonesia hanya akan menjadi potensi semata apabila tidak memiliki infrastruktur, yaitu pasar karbon.
“Misi dari pasar karbon sendiri adalah menjadi state of the art untuk carbon awareness yang transparan dan efektif, sehingga harga karbon yang terbentuk secara transparan menjadi sinyal bagi masyarakat untuk mengubah strategi investment mereka atau bagi proyek-proyek yang sudah ada sehingga menjadi visible secara ekonomi,” katanya.
Dengan potensi alam yang besar, ICDX mengamati, Indonesia dapat mencapai net zero dengan lebih cepat, karena mempunyai potensi energi terbarukan yang jauh lebih besar.
Namun, tetap dibutuhkan dorongan dan upaya yang lebih besar dari sektor energi.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, melihat, saat ini energi terbarukan dapat memberikan manfaat lain, seperti berkurangnya polusi udara, sehingga dapat mengurangi biaya sosial dan karbon.
“Menurut studi Institute for Essential Services Reform (IESR), untuk mencapai 100% energi terbarukan dapat menciptakan 36 juta lapangan kerja baru yang mana jumlahnya jauh lebih banyak dari lapangan kerja yang hilang dari transisi fossil-based ke renewable-based,” kata Fabby.
Direktur Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri Indonesia, Hari Prabowo, juga menambahkan, Indonesia mempunyai semangat positif untuk menjadi solusi. [qnt]