WahanaNews.co | Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan Inggris menerbitkan izin penggunaan obat antivirus Covid-19 buatan Merck, molnupiravir. Obat ini akan digunakan bagi pasien infeksi virus corona bergejala ringan hingga sedang.
"Hari ini adalah hari yang bersejarah bagi negara kita, mengingat Inggris kini menjadi negara pertama di dunia yang mengizinkan penggunaan obat antivirus Covid-19 yang bisa dikonsumsi di rumah."
Baca Juga:
Korupsi APD Covid Negara Rugi Rp24 Miliar, Eks Kadinkes Sumut Divonis 10 Tahun Bui
"Ini akan mengubah (penanganan Covid) untuk kelompok rentan dan yang memiliki masalah imum, dimana mereka bisa menerima terobosan pengobatan," ujar Sekretaris Kesehatan dan Perawatan Sosial Inggris Sajid Javid, dikutip dalam situs resmi pemerintah Inggris.
Mengutip CNN, molnupiravir menjadi obat antivirus Covid-19 pertama yang memiliki izin penggunaan. Obat ini akan dimuat dalam bentuk kapsul dan akan dikenal dengan nama Lagevrio.
Sebelumnya, perusahaan farmasi Merck mengklaim pil Covid-19 buatan mereka, yaitu molnupiravir mampu mengurangi risiko kematian dan rawat inap akibat Covid-19 hingga 50 persen.
Baca Juga:
Kasus Korupsi APD Covid-19: Mantan Kadinkes Sumut Dituntut 20 Tahun Penjara
"Pada analisis sementara, molnupiravir mengurangi risiko rawat inap atau kematian sekitar 50 persen," kata Merck.
Molnupiravir merupakan obat antivirus oral yang dirancang untuk Covid-19. Obat ini disebut dapat mencegah gejala parah setelah terpapar virus.
"Sebanyak 7,3 persen pasien yang menerima molnupiravir dirawat di rumah sakit hingga hari ke-29, mengikuti pengacakan (28/385), dibandingkan dengan 14,1 persen pasien yang diobati dengan plasebo (53.377). Hingga hari ke-29, tidak ada kematian yang dilaporkan pada pasien yang menerima molnupiravir, dibandingkan dengan delapan kematian pada pasien yang menerima plasebo (obat kosong)," kata Merck.
Dalam penelitian Merck, pasien mengonsumsi empat pil molnupiravir dua kali sehari selama lima hari. Para pasien melaporkan efek samping sedikit lebih umum dibandingkan pada pasien yang menerima obat kosong. Perusahaan itu tidak merinci efek samping tersebut.
Spesialis Virologi dari Universitas Johns Hopkins Andrew Pekosz memperkirakan vaksin dan obat antivirus pada akhirnya akan digunakan bersama untuk melindungi masyarakat dari virus corona.
"Ini tidak boleh dilihat sebagai pengganti vaksinasi - keduanya harus dilihat sebagai dua strategi yang dapat digunakan bersama untuk secara signifikan mengurangi penyakit parah (akibat Covid-19)," tutur Pekosz. [qnt]