WahanaNews.co | Koalisi organisasi nirlaba Forests and Finance membeberkan data terkini soal pembiayaan korporat di seluruh dunia, yang dinilai berisiko tinggi terhadap hutan.
Rahmawati Retno Winami dari Forests and Finance mengatakan, investor secara global menyimpan USD 41,5 miliar dalam bentuk obligasi dan saham yang merisikokan hutan, per 2021.
Baca Juga:
Pesawat yang Ditumpangi Wapres Malawi Hilang, Diduga Jatuh di Hutan
Menurutnya, sejak Perjanjian Paris atau Paris Agreement pada tahun 2015 hingga tahun 2020, perbankan global telah menggelontorkan kredit sebesar USD 238 milar untuk 186 perusahaan penghasil komoditas yang merisikokan hutan di seluruh dunia.
Dia menjelaskan, untuk level Asia Tenggara, nilainya mencapai USD 26,6 miliar. Di mana investornya adalah Pemerintah Malaysia, manajer aset Amerika Serikat, dana pensiun Jepang dan Korea Selatan, Singapura, serta Hong Kong.
"Dari 10 besar investor di Asia Tenggara, lima investor di antaranya berasal dari Malaysia
yang menurut kami merisikokan hutan,” ujar Rahmawati di Jakarta dalam keterangannya, Senin (4/4/2022).
Baca Juga:
DLH Palangka Raya Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Potensi Karhutla
Adapun perusahaan-perusahaan yang dibiayai oleh investor tersebut di antaranya Sime Darby, IOI dan Batu Kawan serta perusahaan karet Top Glove.
Sedangkan kreditur terbesarnya ialah perbankan dari Indonesia, Malaysia, Singapura dan Jepang.
Kreditur yang merupakan perbankan Indonesia itu meliputi Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), dan Bank Negara Indonesia (BNI)