WahanaNews.co, Teheran - Pemerintah Iran mengklaim memiliki teknologi terbaru untuk membangun rudal jelajah supersonik. Klaim ini diyakini akan meningkatkan kekhawatiran negara-negara Barat terkait kapabilitas rudal Iran.
Pernyataan ini diumumkan beberapa hari setelah berita mengenai kedatangan lebih dari 3.000 pelaut dan marinir Amerika Serikat di dua kapal perang AS di Laut Merah, dengan tujuan mencegah gangguan Iran terhadap kapal dagang yang melintasi Selat Hormuz.
Baca Juga:
Misteri Kematian Haniyeh: Dari Spyware di WhatsApp hingga Serangan Drone
"Rudal jelajah supersonik akan membuka era baru dalam program pertahanan Iran, karena sulit untuk menghalangi rudal jelajah yang terbang dengan kecepatan supersonik," demikian berita yang dirilis oleh kantor berita Tasnim, seperti dilaporkan oleh Reuters.
Berita tersebut juga mengindikasikan bahwa rudal jelajah baru Iran saat ini sedang dalam tahap pengujian.
Meskipun mendapat penolakan dari AS dan negara-negara Eropa, Iran menyatakan komitmennya untuk terus mengembangkan program misil yang dianggap "defensif". Namun, beberapa analis militer di negara-negara Barat berpendapat bahwa Iran kadang-kadang memperbesar kemampuan rudalnya.
Baca Juga:
Klaim NATO tentang Bantuan Militer Iran ke Rusia di Ukraina Tak Berdasar dan Bermotif Politik
Iran, yang memiliki salah satu program rudal terbesar di Timur Tengah, mengklaim senjata-senjatanya mampu mencapai pangkalan musuh seperti Israel dan Amerika Serikat di wilayah tersebut.
Keraguan terkait rudal balistik Iran memiliki peran dalam keputusan yang diambil oleh AS dalam beberapa waktu terakhir. Pada tahun 2018, Presiden Donald Trump menarik AS dari kesepakatan nuklir 2015 dengan enam negara besar, termasuk Iran, dan mengenakan kembali sanksi terhadap Teheran.
Upaya perundingan tidak langsung antara pemerintah Iran dan administrasi Presiden AS saat ini yang dipimpin oleh Joe Biden untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir juga telah terhenti sejak September tahun lalu.
Pada bulan lalu, Pentagon mengirim jet tempur tambahan seperti F-35 dan F-16 serta kapal perang ke wilayah Timur Tengah. Langkah ini diambil untuk mengawasi jalur air utama di area tersebut setelah Iran melakukan penyitaan dan mengganggu kapal pengiriman komersial.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]