WahanaNews.co, Jakarta - Menurut Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional UI dan Rektor Universitas Jenderal A Yani, serangan Israel terhadap Kedubes Iran berpotensi memicu Perang Dunia III.
Dalam pernyataannya yang disampaikan pada Minggu (14/4/2024), dia menekankan bahwa eskalasi konflik hingga mencapai tingkat global akan tergantung pada dukungan yang diberikan oleh Amerika Serikat (AS) kepada Israel.
Baca Juga:
Balas Israel, Iran Disebut Bakal Tingkatkan Kekuatan Hulu Ledak
Menurutnya, hal ini dapat menyebabkan negara-negara lain untuk mendukung Iran.
"Dalam hal AS terus memberikan dukungan kepada Israel untuk melakukan serangan balasan ke Iran, kemungkinan besar negara-negara lain seperti Korea Utara dan Rusia akan memberikan dukungan kepada Iran," katanya seperti yang dilansir CNBC Indonesia.
"Dengan demikian, konflik di Timur Tengah berpotensi untuk meningkat menjadi Perang Dunia III, yang tentunya akan merugikan seluruh umat manusia."
Baca Juga:
Elon Musk Beberkan Alasan Tangguhkan Akun X Pemimpin Tertinggi Iran
Diketahui, Iran pada Sabtu Malam menyerang Israel sebagai langkah balas dendam atas serangan di Konsulatnya di Damaskus, Suriah. Dalam serbuan itu, beberapa petinggi militer Teheran tewas.
Dengan situasi ini, ia menyebut Pemerintah Indonesia perlu untuk turun tangan untuk memastikan agar serangan bisa dihentikan, termasuk serangan ke Gaza oleh Israel.
Ada sejumlah upaya yang dapat dilakukan RI. Pertama yakni meminta Dewan Keamanan PBB untuk melakukan sidang darurat atas serangan Israel ke Kedubes Iran. Bila perlu berinisiatif membuat Resolusi Majelis Umum yang mengutuk tindakan Israel.
Lalu, RI perlu melakukan shuttle diplomacy ke AS beberapa negara Eropa untuk tidak mendukung tindakan salah dari Israel. Mereka diharapkan memberi contoh agar negara-negara tunduk pada hukum internasional.
"Selain itu, mendorong rakyat dan pemerintahan dunia agar rakyat dan oposisi di Israel untuk menurunkan Perdana Menteri (PM) Netanyahu mengingat serangan ke Gaza maupun Iran hanya bisa dihentikan oleh siapapun yang menjabat sebagai PM namun bukan Benjamin Nethanyahu," pungkasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]