WahanaNews.co | Jumat (21/5) malam, beberapa rudal Israel menyerang wilayah dekat Ibu Kota Suriah, Damaskus. Serangan ini menyebankan tiga tentara pemerintah Presiden Bashar al-Assad tewas.
"Musuh Israel melakukan agresi...yang menyebabkan kematian tiga martir dan beberapa kerugian material," tulis kantor berita pemerintah Suriah, SANA, mengutip sumber militer setempat, Sabtu (21/5/2022).
Baca Juga:
Iron Dome Jebol, Hizbullah Lancarkan Serangan Mematikan ke Israel
Rudal-rudal surface-to-surface itu datang dari dataran tinggi Golan yang diduduki Israel dan sebagian diintersepsi sistem pertahanan udara Suriah. Koresponden AFP di Ibu Kota Suriah melaporkan suara yang sangat keras terdengar semalam.
Kelompok pemantau perang, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan bahwa tiga orang yang tewas adalah perwira. Menurut kelompok tersebut, empat kru sistem pertahanan udara Suriah terluka.
"Serangan Israel menargetkan posisi Iran dan depot senjata di dekat Damaskus," kata Observatorium. Masih menurut kelompok itu, kebakaran terjadi di salah satu area di dekat bandara Damaskus, di mana ambulans terlihat bergegas ke lokasi serangan. Serangan sebelum ini terjadi pada 13 Mei yang menewaskan lima orang di Suriah tengah, dan satu lagi di dekat Damaskus pada 27 April yang, menurut Observatorium, menewaskan 10 orang, di antaranya enam tentara Suriah, dalam serangan paling mematikan sejak awal 2022.
Baca Juga:
Netanyahu Resmi Jadi Buronan Setelah ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan
Sejak perang saudara pecah di Suriah pada 2011, Israel telah melakukan ratusan serangan udara di sana, menargetkan pasukan pemerintah serta pasukan sekutu yang didukung Iran dan milisi Hizbullah Lebanon.
Sementara Israel jarang mengomentari serangannya secara spesifik, para pejabatnya mengakui bahwa militer mereka telah melakukan ratusan serangan. Militer Israel membela tindakannya di Suriah dengan dalih untuk mencegah musuh bebuyutannya; Iran, mendapatkan pijakan di depan pintunya.
Konflik di Suriah telah menewaskan hampir setengah juta orang dan memaksa sekitar setengah dari populasi pra-perang negara itu pergi dari rumah mereka. [rsy]