WahanaNews.co, Jakarta - Israel memutuskan untuk menarik ribuan pasukannya dari Gaza. Mereka mendapat tekanan dari sekutu utamanya, Amerika Serikat.
Menurut juru bicara IDF Daniel Hagari, Amerika Serikat ingin Israel pindah ke situasi perang dengan intensitas rendah. Sehingga korban sipil yang berjatuhan nantinya akan lebih sedikit.
Baca Juga:
Di Tengah Konflik Panjang, Ini Rahasia Israel Tetap Berstatus Negara Maju dan Kaya
"Tujuan perang membutuhkan pertempuran yang berkepanjangan, dan kami sedang mempersiapkannya," kata Daniel Hagari, dikutip dari Aljazeera, Selasa (2/1/2024).
Ada lima brigade yang akan ditarik oleh Israel. Mereka akan dibawa keluar dari Gaza untuk pelatihan dan istirahat.
Dalam laman Palestina Chronicle, lima brigade itu terdiri dari brigade cadangan ke-551 dan ke-114 serta tiga brigade pelatihan. Mengingat sebagian besar misi militer telah berhasil dicapai di wilayah utara dan tengah Jalur Gaza, sebagaimana dilaporkan oleh Yedioth Ahronoth.
Baca Juga:
Pelanggaran Hukum Internasional, PBB: 70 Persen Korban di Gaza Adalah Perempuan dan Anak-anak
Meskipun begitu, pertempuran di kota selatan Khan Younis terus berlangsung. Israel berjanji tak akan berhenti sampai tujuannya menghancurkan kelompok Hamas tercapai.
Mantan brigadir jenderal IDF, Shlomo Brom, mengatakan ini adalah awal dari mode operasi yang berbeda. Sementara pejabat Israrel yang enggan disebutkan namanya menyebut, perang antara Israel dan Hamas akan memakan waktu cukup lama yaitu sekitar enam bulan.
"Ini akan memakan waktu setidaknya enam bulan, dan melibatkan misi pengepelan yang intens melawan teroris. Tidak ada yang berbicara tentang merpati perdamaian yang diterbangkan dari Shujayea," kata pejabat itu kepada kantor berita Reuters, yang mengacu pada distrik Gaza yang dirusak oleh pertempuran.
Seperti diketahui, Israel telah berhasil membunuh 22.000 warga Palestina sejak tanggal 7 Oktober 2023. Warga Palestina berharap semoga perang tersebut segera berakhir di tahun 2024.
"Kami berharap perang akan berakhir dan kami dapat kembali ke rumah kami dan hidup damai," kata pria berusia 33 tahun dari Khan Yunis, pusat konflik di selatan Gaza, seperti dikutip detiknews dari AFP.
[Redaktur: Sandy]