WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada Selasa (22/4/2025) menyampaikan bahwa pemotongan dana oleh Amerika Serikat telah menyebabkan defisit anggaran yang signifikan.
Dilansir dari CNA, keputusan AS untuk tidak membayar iuran tahun 2024 dan rencana tidak membayar kontribusi tahun 2025 telah memaksa WHO untuk mengurangi skala operasional serta memangkas jumlah staf.
Baca Juga:
Pengendalian Rokok Diperketat, WHO Soroti Komitmen Indonesia Jaga Kesehatan Publik
Sebagai donor terbesar WHO, keputusan Amerika ini memperburuk situasi keuangan organisasi secara drastis.
Tedros mengungkapkan bahwa defisit anggaran diproyeksikan mencapai antara US$560 juta hingga US$650 juta (setara dengan Rp9,4 triliun) untuk periode 2026 hingga 2027.
Meski tidak menyebut angka pasti terkait pengurangan tenaga kerja, Tedros menegaskan bahwa dampak terberat akan terasa di kantor pusat WHO di Jenewa.
Baca Juga:
Keluar dari WHO, Argentina Ikuti Jejak Trump dan Tegaskan Arah Baru
Langkah efisiensi dimulai dengan perampingan struktur manajemen senior, di mana tim kepemimpinan dikurangi dari 12 menjadi 7 orang. Selain itu, jumlah departemen juga dikurangi drastis, dari sebelumnya 76 menjadi 34 unit.
Sejumlah kantor regional dan kantor WHO di negara-negara maju juga direncanakan akan ditutup.
“Ini adalah keputusan yang sangat menyakitkan, namun kami harus menghadapinya untuk memastikan kelangsungan misi kami,” ujar Tedros.
Tedros juga menyoroti dampak luas dari keputusan pemerintah AS yang menghentikan sebagian besar bantuan luar negeri, termasuk pendanaan untuk proyek-proyek kesehatan global.
Kebijakan ini sangat memukul negara-negara berkembang yang sangat bergantung pada dukungan WHO.
Meski demikian, Tedros menyatakan situasi bisa lebih parah apabila negara-negara anggota tidak menyetujui kenaikan biaya keanggotaan pada 2022.
Kebijakan tersebut memungkinkan WHO mengurangi ketergantungan pada donasi sukarela yang tidak menentu.
Dengan skema baru tersebut, WHO memperkirakan akan menerima lebih dari US$1 miliar (Rp16,8 triliun) dalam bentuk iuran anggota untuk periode 2026–2027.
Angka ini diperkirakan tetap dapat dicapai meskipun tanpa kontribusi dari Amerika Serikat.
“Banyak negara yang membutuhkan dukungan kami lebih dari sebelumnya, tetapi kami harus beradaptasi dengan keterbatasan sumber daya yang ada,” tutup Tedros.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]