WahanaNews.co | Pemicu kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh pada 2019 dan menewaskan 157 orang dipastikan karena kegagalan perangkat lunak (software), seperti dugaan sebelumnya.
Laporan akhir dari para penyelidik tersebut disampaikan Menteri Transportasi Ethiopia Dagmawit Moges pada Jumat (23/12/2022).
Baca Juga:
Vietnam Airlines Beli 50 Pesawat Jet 737 MAX Keluaran Boeing AS
Pesawat Boeing 737 MAX tujuan Nairobi di Kenya tersebut jatuh enam menit setelah lepas landas dari Addis Ababa, ibu kota Ethiopia, pada 10 Maret 2019.
Kecelakaannya menewaskan semua penumpang dan kru, lalu memicu larangan terbang untuk 737 MAX di seluruh dunia dan krisis terburuk dalam sejarah Boeing.
Ethiopian Airlines jatuh hanya beberapa bulan setelah pesawat Boeing 737 MAX lainnya yang dioperasikan Lion Air di Indonesia jatuh pada Oktober 2018, menewaskan 189 orang beberapa saat setelah meninggalkan bandara Jakarta.
Baca Juga:
Jet Tempur F-15EX yang Dibeli Indonesia Berhasil Tembakkan Rudal Jelajah
Kedua kecelakaan tersebut menyebabkan hidung pesawat turun tak terkendali pada saat-saat sebelum pesawat jatuh, yang oleh penyelidik disalahkan pada sistem penerbangan model anti-stall yaitu Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver atau MCAS.
Penyelidik Ethiopia dalam laporan pada Maret 2020 menunjukkan, desain sistem MCAS membuatnya rentan terhadap aktivasi tidak diinginkan.
"Sensor angle of attack (AOA) kiri pesawat gagal segera setelah lepas landas, mengirim data yang salah ke sistem kontrol penerbangan," kata Moges kepada wartawan, dikutip dari kantor berita AFP.
"Data yang salah dimasukkan memicu Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), yang berulang kali menurunkan hidung pesawat ke titik dan pilot kehilangan kendali."
Laporan akhir akan diterbitkan dalam beberapa hari mendatang, kata menteri tersebut, seraya menambahkan bahwa itu sesuai dengan laporan awal.
Setelah kecelakaan ganda tersebut, pengiriman dan produksi 737 MAX ditangguhkan kemudian semua pesawat yang ada dikandangkan selama 20 bulan.
Boeing 737 MAX secara bertahap diizinkan terbang lagi mulai akhir 2020 setelah Boeing melakukan koreksi yang diperlukan.
Pada Januari 2021, Boeing setuju membayar 2,5 miliar dollar AS (Rp 38,96 triliun) untuk menyelesaikan tuntutan pidana AS atas klaim perusahaan tersebut menipu regulator yang mengawasi 737 MAX.
Pada September 2022, pejabat sekuritas AS mendenda Boeing 200 juta dollar AS (Rp 3,11 triliun) atas jaminan palsu dari raksasa penerbangan itu tentang keselamatan 737 MAX setelah dua kecelakaan mematikan. [rna]