WahanaNews.co, Washington - Jenderal Kenneth S Wilsbach, yang menjabat sebagai Kepala Angkatan Udara Pasifik Amerika Serikat (AS), menuding teknologi jet tempur siluman J-20 China adalah hasil curian dari Amerika.
Menurut Jenderal Wilsbach, pesawat J-20 bukanlah pesawat yang memiliki dominasi yang sama dengan jet tempur siluman F-35 Lightning II dan F-22 Raptor.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
Pernyataan ini disampaikan oleh Jenderal Wilsbach dalam simposium tahunan "Air & Space Forces Association's" tahun 2023 yang berlangsung di luar Washington, D.C.
J-20 merupakan satu-satunya pesawat tempur siluman yang digunakan oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China. Pesawat ini pertama kali terbang pada tahun 2011. Meskipun jumlah pasti produksi pesawat ini belum jelas, perkiraan terbaik mencapai sekitar 160-200 unit.
Jenderal Wilsbach menyatakan, "Saya tidak berpikir bahwa saat ini pesawat ini memiliki dominasi yang setara dengan apa yang dimiliki kami, yaitu jet tempur siluman F-22 Raptor dan F-35 Lightning II." (dikutip dari The War Zone, Kamis, 14/9/2023).
Baca Juga:
CIA Datangi Prabowo di AS, Ada Apa di Balik Pertemuan Misterius dengan Presiden Indonesia?
“Mereka telah melakukan penjiplakan yang bagus...hampir sebagian besar teknologi dari pesawat J-20 dicuri dari AS," ujar Wilsbach.
Wilsbach sangat yakin bahwa kemampuan pesawat AS, dikombinasikan dengan kemampuan sekutu dan mitranya, dapat melawan potensi ancaman dari J-20.
Koalisi mitra multi-nasional ini, kata sang jenderal, yang secara teratur berlatih dengan mempertimbangkan skenario ancaman tinggi, akan terbukti sangat sulit untuk dilawan oleh pesawat China mana pun.
“Apa yang akan saya sampaikan kepada Anda adalah jika Anda membandingkan pesawat dengan pesawat, Anda mengikuti pelatihan yang didapat oleh personel kami. China mungkin masih kalah karena cara kami berlatih, terutama dengan sekutu kami, Korea Selatan," paparnya.
"Pertarungan China-AS bisa jadi cukup mudah, namun jika Anda menjadikannya China versus AS ditambah negara-negara lain, jadi sulit," jelasnya.
"Dalam contoh yang saya sebutkan tahun lalu, dalam latihan Pitch Black ada hampir 20 negara yang ikut serta dalam latihan malam," ungkapnya.
Latihan itu melibatkan penghancuran rudal permukaan-ke-udara tingkat lanjut.
"Yang mengejutkan, beberapa negara juga ikut serta dalam latihan ini. Meskipun begitu, latihan ini berjalan dengan sangat baik dan dijalankan dengan sempurna. Kami terus memperhatikan hasil latihan tersebut," tambah Wilsbach.
Pada simposium ini, Wilsbach juga menyoroti potensi ancaman yang dapat ditimbulkan oleh J-20 terhadap pasukan Taiwan. Dia juga membahas strategi pertahanan Taiwan jika China melakukan intervensi militer di Selat Taiwan.
Para pejabat militer AS sebelumnya telah menyatakan bahwa PLA China mungkin akan memiliki kemampuan untuk melakukan intervensi lintas selat ke Taiwan pada tahun 2027, atau bahkan lebih cepat.
Wilsbach menggarisbawahi bahwa ancaman China terhadap Taiwan tidak hanya terkait dengan J-20.
"Impian utama Taiwan adalah memiliki sistem pertahanan yang dapat menangani ancaman dari J-20. Namun, menurut pandangan saya, J-20 bukan satu-satunya kekhawatiran yang perlu dihadapi Taiwan" sebutnya.
Ancaman yang lebih serius, sambungnya, adalah pesawat lain yang dapat masuk ke wilayah tersebut, membawa senjata, seperti pesawat pengebom H-6 mereka, serta potensi ancaman dari berbagai rudal balistik dan rudal jelajah.
"Jadi, jika saya menjadi Taiwan, saya akan fokus pada berbagai aspek pertahanan, dan tidak hanya pada J-20," katanya.
"Ada banyak elemen lain yang perlu mereka pertimbangkan agar tidak menjadi sasaran utama dalam ancaman yang kami bicarakan sebelumnya," tambahnya.
Pernyataan tersebut cukup tepat karena pesawat tempur Taiwan yang paling canggih adalah F-16V, dengan tambahan Viper baru yang sedang dibangun. Upgrade lainnya sedang dilakukan untuk pesawat tempur lain dalam inventarisnya.
Pertahanan udara terintegrasi berbasis darat dan laut yang terus berkembang di pulau tersebut juga merupakan faktor yang mempengaruhi hal ini.
Seperti yang ditunjukkan oleh Wilsbach sendiri, penilaian terbarunya terhadap J-20 secara umum sejalan dengan komentar yang dia buat pada simposium tahunan serupa pada tahun 2022.
Pada acara tersebut, sang jenderal mengatakan: "J-20 tidak akan membuat kita kehilangan waktu untuk tidur."
"Namun, tentu saja, kami mengawas iChina dengan cermat dan melihat bagaimana mereka mengoperasikannya” katanya.
Sudut pandang itu didukung oleh Kepala Staf Angkatan Udara Jenderal Charles Q Brown, yang juga berbicara pada simposium tahun 2022: "Saya sependapat dengan Jenderal Wilsbach. J-20 bukanlah sesuatu yang perlu disia-siakan, tapi saya akan memperhatikannya."
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]