Imada menjelaskan, perluasan sistem tekanan tinggi dari Samudra Pasifik menjadi pemicu utama suhu ekstrem ini. Biasanya, sistem ini baru menjangkau Jepang pada bulan Juli atau Agustus.
Prakiraan cuaca tiga bulanan dari JMA juga menunjukkan suhu cenderung tetap di atas normal.
Baca Juga:
Prestasi Membanggakan: IM Arif Abdul Hafiz Persembahkan Gelar Catur Dunia untuk Indonesia
Dalam beberapa hari terakhir, JMA mengeluarkan peringatan heatstroke di banyak wilayah Jepang.
Berdasarkan indeks stres panas, seluruh 48 kota besar di Jepang tidak termasuk dalam kategori “aman”. Satu kota dinilai membutuhkan kewaspadaan ekstra dengan imbauan minum cukup air.
Sebanyak 15 kota mengimbau warganya untuk sering istirahat saat beraktivitas di luar, sementara di 32 kota lainnya, aktivitas fisik berat seperti olahraga dilarang sementara.
Baca Juga:
Jepang Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA/SMK Indonesia, Gaji Rp 20-30 Juta
JMA pun mengedarkan panduan pencegahan heatstroke: tetap terhidrasi, berteduh jika berada di luar ruangan, menghindari kerja fisik berat, serta memantau kondisi warga lanjut usia di lingkungan sekitar.
Imbauan juga diberikan agar masyarakat tidak ragu menyalakan pendingin ruangan, meski tagihan listrik mungkin meningkat.
Profesor Imada menyebut bahwa studi masih terus dilakukan untuk memahami anomali gelombang panas tahun ini secara lebih dalam.