WahanaNews.co | Negara Jepang mengutuk Rusia atas tindakannya mengubah status quo secara sepihak. Oleh sebab itu, Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, mengecam keputusan Rusia menangguhkan negosiasi perjanjian damai pasca Perang Dunia II dengan mengatakan tak bisa diterima dan tak bisa dibenarkan.
"Tindakan Rusia sangat tak bisa dibenarkan dan betul-betul tak bisa diterima. Kami memrotes keras. Kami Sangat memprotes itu," kata Kishida kepada parlemen Jepang dikutip Kyodo News, Selasa (21/3).
Baca Juga:
Atasi Krisis Angka Kelahiran, Jepang Bentuk Badan Khusus
Selain menangguhkan perjanjian damai, Rusia juga menghentikan program bebas visa ke empat pulau di lepas pantai Hokkaido yang dikuasai Kremlin.
Mereka juga mengaku akan menarik diri dari kegiatan ekonomi di pulau-pulau tersebut.
Tindakan itu disebut sebagai balasan Rusia usai Jepang menjatuhkan sanksi ke negara tersebut.
Baca Juga:
Menyusul Intimidasi China dan Korut, Jepang Sebut Asia Timur Bisa Jadi ‘Ukraina’
"(Rusia akan membatalkan pembicaraan) dengan negara yang telah mengambil posisi bermusuhan secara terbuka dan berusaha membahayakan kepentingan negara kita," demikian pernyataan pemerintah Rusia.
Meski sudah ada tindakan balasan dari Rusia, Jepang mengaku tetap pada pendiriannya.
"Posisi Jepang dalam menyelesaikan masalah di wilayah utara untuk menandatangani perjanjian damai tak berubah," ucap Kishida.
Namun, ia juga khawatir invasi Rusia di Ukraina membuat Jepang tak punya prospek untuk masalah tersebut.
Jepang mengikuti sekutunya di G7 atau Kelompok Tujuh dengan memberikan sanksi ekonomi ke Negeri Beruang Merah dan membekukan aset Presiden Vladimir Putin.
Selama ini, Jepang dan Rusia berusaha mencapai kesepakatan perjanjian pasca-Perang Dunia II. Namun, status empat pulau yang dikuasai Kremlin di Hokkaido disebut menjadi pokok permasalahan.
Jepang menyatakan Rusia secara ilegal merampas empat pulau di Hokkaido, sementara Kremlin mengklaim mendapat pulau tersebut secara sah sebagai akibat PD II.
Mantan PM Jepang, Shinzo Abe. terus mendesak progres pembicaraan perjanjian itu dengan Rusia. Namun, upaya yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun itu tak menuai hasil yang signifikan,
Pengamat mengatakan, kurangnya kemajuan kesepakatan itu membantu membebaskan Tokyo untuk mengambil tindakan lebih keras terhadap Rusia dibanding di masa lalu. [bay]