WAHANANEWS.CO, Jakarta - Australia akan menjadi negara pertama di dunia yang resmi melarang anak di bawah usia 16 tahun menggunakan media sosial.
Kebijakan bersejarah ini akan mulai berlaku pada Desember 2025, menyusul kekhawatiran luas mengenai dampak negatif media sosial terhadap perkembangan mental remaja.
Baca Juga:
Pemerintah Dorong Swasembada Pangan Lewat Kredit Alsintan dan KUR Tebu Rakyat
Aturan tersebut menandai perubahan signifikan, sebab sebelumnya usia minimum pendaftaran akun media sosial di Australia ditetapkan 13 tahun.
Kini, lewat undang-undang baru yang disahkan pada November 2024, batas usia resmi dinaikkan menjadi 16 tahun.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menyampaikan langsung kebijakan ini dalam acara Protecting Children in the Digital Age di sela-sela Sidang Umum PBB di New York pekan ini.
Baca Juga:
Aturan Baru Roblox: Orang Tua Harus Setujui Akses Komunikasi Anak di Platform Gim
Dalam pidatonya, ia menekankan pentingnya langkah ini meski bukan solusi final.
"Ini memang bukan solusi sempurna, tapi ini adalah langkah penting ke arah yang benar," kata Albanese, Rabu (24/9/2025) waktu setempat, melansir Reuters.
Pemerintah Australia meminta perusahaan media sosial menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) serta data perilaku pengguna untuk memperkirakan usia mereka.
Pendekatan ini dipilih sebagai alternatif dari sistem verifikasi identitas menyeluruh yang dinilai rumit dan berpotensi menimbulkan masalah privasi.
Kebijakan tersebut lahir setelah berbagai penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan berhubungan dengan meningkatnya masalah kesehatan mental pada remaja.
Dampak yang dikhawatirkan mencakup perundungan daring (cyberbullying), penyebaran misinformasi, hingga konten yang memengaruhi citra tubuh anak-anak muda.
"Tantangan yang kita hadapi terus berkembang, dan tiap negara menanganinya dengan cara berbeda," kata Albanese.
Menurutnya, regulasi ini merupakan langkah masuk akal meskipun datang agak terlambat.
Ia menegaskan bahwa perlindungan terhadap generasi muda pada masa krusial dalam hidup mereka adalah prioritas.
"Undang-undang ini akan memberi remaja Australia tiga tahun ekstra untuk dibentuk oleh pengalaman nyata dalam kehidupan, bukan oleh algoritma," tegasnya.
Kebijakan tersebut juga menarik perhatian dunia internasional.
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, dalam pidatonya menyatakan dukungan sekaligus inspirasi dari langkah Australia.
"Kami di Eropa menyaksikan dan akan belajar dari Anda. Tugas kita adalah bergerak maju demi generasi berikutnya," ujar von der Leyen.
Saat ini, sejumlah negara lain mulai menimbang kebijakan serupa.
Namun, Australia dinilai menjadi pelopor dengan menerapkannya secara nasional secara tegas dan lebih cepat dibanding negara lain.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]