Pemandangan ini berbeda dari yang terjadi pada Oktober lalu. Saat itu, Pak tampak menemani Kim dalam kunjungan ke istana tersebut dalam rangka ulang tahun partai.
Posisi Pak dianggap penting karena Komisi Militer Pusat yang dikepalai Kim merupakan badan pembuat kebijakan militer tertinggi, bahkan di atas Kementerian Pertahanan Korut.
Baca Juga:
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Jadi Kebijakan Strategis RI, Tak Lagi Opsi Terakhir
Pemecatan Pak ini terjadi kala Korut tengah mengembangkan rudal balistik antarbenua dan persenjataan nuklir yang lebih besar untuk merespons ancaman Amerika Serikat dan Korea Selatan.
Sebenarnya, Pak dapat merangkak ke puncak kepemimpinan partai karena berkontribusi besar dalam pengembangan teknologi rudal jarak pendek Korut.
Seorang peneliti di Institut Korea untuk Unifikasi Nasional, Oh Gyeong Sup, menilai pemecatan ini kemungkinan terjadi karena ketegangan yang kian meningkat antara Korut dan Korea Selatan.
Baca Juga:
Rusia Pimpin Revolusi Energi Nuklir Lewat Siklus Bahan Bakar Tertutup
Belakangan, relasi kedua negara memang kembali tegang karena sejumlah insiden drone Korut menerobos wilayah Korsel.
Sejumlah pejabat Korsel mengatakan bahwa mereka sampai-sampai harus mengerahkan tiga drone melewati perbatasan untuk mengusir armada Korut itu.
Walau demikian, tak ada respons lebih lanjut dari Korut. Menurut Oh, Korut kemungkinan tidak merespons balik karena gagal mendeteksi drone Korsel tersebut.