WahanaNews.co | Pihak berwenang menyebutkan puluhan pengunjuk rasa tewas di Kazakhstan saat terjadi penyerangan di gedung-gedung pemerintah, dan setidaknya 12 polisi tewas, termasuk satu yang ditemukan dipenggal.
Ada upaya untuk menyerbu gedung-gedung pemerintah semalam di kota terbesar di negara itu, Almaty.
Baca Juga:
Setiap Hari 10.000 Warga Rusia Kabur ke Georgia Gara-gara Putin
"Puluhan penyerang dilumpuhkan," kata juru bicara polisi Saltanat Azirbek seperti dilansir dari AP, Kamis (6/1/2022).
Dia berbicara di saluran berita negara Khabar-24. Upaya yang dilaporkan untuk menyerbu gedung-gedung itu terjadi setelah kerusuhan yang meluas di kota itu pada hari Rabu, termasuk penyitaan gedung walikota, yang dibakar.
Saluran berita negara Khabar-24 mengutip kantor komandan kota yang mengatakan pada hari Kamis bahwa 353 petugas penegak hukum lainnya terluka selain 12 orang yang tewas.
Baca Juga:
Wamendag Bidik Kazakhstan untuk Kembangkan Potensi Perdagangan
Kazakhstan mengalami protes jalanan terburuk yang pernah dialami negara itu sejak memperoleh kemerdekaan tiga dekade lalu.
Sebuah aliansi militer yang dipimpin Rusia, Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif, pada Kamis pagi mengatakan bahwa mereka akan mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Kazakhstan atas permintaan Presiden Kassym-Jomart Tokayev.
Kazakhstan telah diguncang oleh meningkatnya aksi protes yang dimulai pada hari Minggu atas kenaikan tajam harga bahan bakar gas cair. Protes dimulai di barat negara itu tetapi menyebar ke Almaty dan ibu kota Nur-Sultan.
Pada awal tahun, harga gas yang disebut LPG naik sekitar dua kali lipat karena pemerintah menarik diri dari kontrol harga sebagai bagian dari upaya untuk beralih ke ekonomi pasar.
Pada hari Rabu, Tokayev berjanji untuk mengambil tindakan keras untuk memadamkan kerusuhan dan menyatakan keadaan darurat selama dua minggu untuk seluruh negeri, memperluas pengumuman sebelumnya yang hanya diperuntukan ibu kota Nur-Sultan dan kota terbesar Almaty yang memberlakukan jam malam dan pembatasan pergerakan ke dalam dan sekitar wilayah perkotaan.
Setelah demonstrasi menyebar ke Nur-Sultan dan Almaty, kabinet pemerintah mengumumkan pengunduran dirinya. Namun Tokayev mengatakan para menteri akan tetap dalam peran mereka sampai Kabinet baru terbentuk, sehingga tidak pasti apakah pengunduran diri akan berdampak signifikan.
Meskipun aksi protes dimulai oleh kenaikan harga bahan bakar, namun ukuran dan cepatnya menyebar aksi protes menunjukkan ketidakpuasan terhadap pemerintah yang berada di bawah kekuasaan partai yang sama sejak merdeka dari Uni Soviet pada tahun 1991.
Selain itu, aksi protes ini tidak ada yang memimpin dan isu yang diangkat pun tidak seragam. Sebagian demonstran meneriakkan "orang tua pergi", merujuk pada Nursultan Nazarbayev, presiden pertama negara itu yang terus memiliki pengaruh besar setelah pengunduran dirinya pada 2019.
Nazarbayev mendominasi politik Kazakhstan dan pemerintahannya ditandai oleh kultus kepribadian yang moderat. Kritikus mengatakan dia secara efektif melembagakan sistem klan di pemerintahan.
Tokayev mengklaim kerusuhan itu dipimpin oleh "kelompok teroris" yang telah menerima bantuan dari negara lain yang tidak disebutkan namanya.
Kazakhstan, negara terbesar kesembilan di dunia, berbatasan dengan Rusia di utara dan China di timur. Negara ini memiliki cadangan minyak yang luas yang menjadikannya penting secara strategis dan ekonomi.
Terlepas dari cadangan dan kekayaan mineral itu, ketidakpuasan atas kondisi kehidupan yang buruk masih kuat di beberapa bagian negara. Banyak orang Kazakh juga kesal dengan dominasi partai yang berkuasa, yang memegang lebih dari 80% kursi di parlemen. [rin]