Tren depopulasi atau menurunnya angka kelahiran di Jepang terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan. Penutupan sekolah di daerah pedesaan seperti Ten-ei, area ski pegunungan dan mata air panas di prefektur Fukushima, menjadi pukulan telak.
Rendahnya fertilitas merupakan masalah regional Asia, faktor utamanya karena biaya membesarkan anak sangat tinggi. Paradigma ini juga dianut oleh negara tetangga Korea Selatan dan China. Hanya saja, situasi Jepang sangat kritis.
Baca Juga:
Rehabilitasi Puluhan Gedung Sekolah di DKI Tahun 2024 Terancam Tidak Selesai
Ratusan Sekolah Tutup
Perdana Menteri Fumio Kishida memang pernah menjanjikan langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk meningkatkan angka kelahiran, termasuk menggandakan anggaran untuk kebijakan terkait anak, dan mengatakan menjaga lingkungan pendidikan sangat penting. Namun, kontribusi ini sangat kecil dampaknya.
Angka kelahiran di Jepang anjlok hingga di bawah 800.000 pada tahun 2022. Inilah rekor terendah baru, menurut perkiraan pemerintah dan delapan tahun lebih awal dari yang prediksi.
Baca Juga:
Polres Nias Ringkus 5 Orang Komplotan Pembobol Sekolah, 3 di Antaranya Anak Bawah Umur
Pemerintah merilis data bahwa sekitar 450 sekolah tutup setiap tahun. Dalam rentang waktu 2002 dan 2020, hampir 9.000 sekolah tutup permanen.
"Sehingga sulit bagi daerah terpencil untuk memikat penduduk baru dan lebih muda," demikian pernyataan Perdana Menteri Fumio. [idr]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.