Konflik di Ukraina timur sendiri telah berlangsung sejak 2014, dipicu oleh penggulingan presiden pro-Rusia dalam Revolusi Maidan.
Setelah itu, Rusia mencaplok Krimea, sementara kelompok separatis yang didukung Moskow bertempur melawan militer Ukraina.
Baca Juga:
Indonesia Bergerak Cepat Hadapi Tarif AS, Usulkan Proposal Komprehensif dan Fair
Negara-negara Barat dan Kyiv menilai invasi Rusia sebagai tindakan ekspansionis yang berusaha merebut wilayah Ukraina.
Sebaliknya, Presiden Putin menggambarkan perang ini sebagai perjuangan eksistensial melawan Barat, yang menurutnya telah meremehkan Rusia sejak runtuhnya Tembok Berlin pada 1989 melalui ekspansi NATO ke wilayah-wilayah yang dianggap berada dalam pengaruh Moskow, termasuk Ukraina.
Eropa Dituding sebagai Sumber Konflik Dunia
Baca Juga:
Tak Satu pun Bunker Bisa Digunakan, Jerman Tak Siap Hadapi Perang Dunia III
Trump, yang berbicara dengan Putin pada 12 Februari dan menyatakan dirinya ingin dikenang sebagai pembawa perdamaian, mengubah pendekatan AS terhadap perang di Ukraina.
Lavrov mengungkapkan bahwa percakapan tersebut merupakan inisiatif Trump, yang baru-baru ini memperingatkan bahwa konflik ini bisa berkembang menjadi Perang Dunia Ketiga. Trump meyakini bahwa kesepakatan damai dapat dicapai.
Pada Jumat (29/2/2025), Trump dan Wakil Presiden JD Vance berselisih dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, di Ruang Oval.