WahanaNews.co | Kelompok perlawanan dari Lembah Panjshir, Front Perlawanan Nasional (NRF), mengutuk pemerintahan baru Afghanistan bentukan Taliban. NRF menganggap pemerintahan itu paria atau kaum rendahan dan tidak sah.
"Ini akan menjadi pemerintahan paria, pemerintahan yang tidak sah. Lihat saja jumlah teroris di kabinet ini. Kita berharap mereka akan melakukan reformasi?" ujar juru bicara NRF, Ali Maisam Nazary, kepada AFP, Rabu (8/9).
Baca Juga:
Taliban Persekusi Ratusan Perempuan Afghanistan
Nazary juga berkata, "Narasi Taliban moderen sudah berakhir. Tidak ada Taliban yang mendukung pemerintahan yang inklusif."
Pemerintah baru, kata Nazary, tak merepresentasikan etnis-etnis di Afghanistan yang beragam. Menurutnya, semua posisi teratas diberikan kepada para pemimpin kunci Taliban dan jaringan Haqqani.
Tindakan Taliban mengecualikan banyak etnis Afghanistan untuk masuk ke pemerintahan, termasuk Syiah dan Hazara yang juga dominan di negara itu, menurut Nazary justru memperdalam kesenjangan sosial.
Baca Juga:
Taliban Larang Anak Perempuan Berusia 10 Tahun untuk Sekolah
"Kelompok etnis Afghanistan menentang mereka," katanya.
Nazary melontarkan komentar-komentar ini setelah Taliban mengumumkan pemerintahan sementara di Afghanistan pada Selasa (7/9) lalu.
Jajaran pemerintahan bernama resmi Islamic Emirate of Afghanistan itu memang hanya berisi petinggi-petinggi Taliban dan jaringan Haqqani.
Mereka menunjuk Mohammad Hassan Akhund sebagai perdana menteri, Abdul Ghani Barradar sebagai wakil perdana menteri, dan Sirajuddin Haqqani sebagai menteri dalam negeri.
Kebanyakan dari sosok yang ditunjuk itu menjadi target sanksi Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa karena keterlibatannya dengan terorisme. Sirajuddin Haqqani bahkan masuk dalam daftar orang paling dicari Biro Investigasi Federal AS (FBI).
Lebih jauh, Nazary mengatakan bahwa saat Taliban memberontak selama 20 tahun belakangan setelah digulingkan, masyarakat Afghanistan telah berubah menjadi populasi yang jauh lebih muda dengan semangat kebebasan lebih besar.
Dengan demikian, Nazary merasa kini Taliban memaksa orang-orang menerima interpretasi mereka terhadap hukum syariat.
"Perempuan dan laki-laki dengan berani turun ke jalan, tak bersenjata, dan mengatakan kepada (Taliban), 'Tembak kami. Kami tidak peduli. Kami menginginkan kebebasan dan keadilan,'" ujar Nazary.
Pernyataan Nazary merujuk pada aksi protes yang terjadi di Kabul. Ia mengatakan, aksi itu dipicu oleh seruan pemimpin NRF, Ahmad Massoud, yang meminta warga Afghanistan memulai pemberontakan nasional.
"Anda memiliki populasi yang membenci mereka. Bagaimana Taliban akan memerintah negara seperti ini?" tuturnya.
Seruan Massoud muncul setelah Taliban mengklaim telah menguasai Lembah Panjshir. Massoud membantah klaim itu dan bahwa NRF akan melanjutkan perjuangannya.
Nazary mengatakan, Taliban mungkin mengontrol lebih banyak wilayah, tapi mereka tidak punya legitimasi seperti yang dimiliki NRF.
"Ada perlawanan nasional yang sedang terbentuk," katanya. [rin]