WahanaNews.co, Jakarta - Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan untuk mencopot Perdana Menteri Srettha Thavisin dari jabatannya karena melanggar kode etik dengan menunjuk menteri yang pernah tersandung kasus hukum.
Putusan yang dibacakan pada Rabu (14/8/2024) itu berlaku serta-merta, sehingga Srettha tak lagi menjabat sebagai PM.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
Wakil PM Phumtham Wechayachai akan menggantikannya sementara hingga DPR Thailand memilih PM baru dari daftar calon yang diajukan sebelum pemilu tahun lalu.
Srettha dilaporkan ke MK oleh 40 senator pada Mei lalu usai menunjuk Pichit Chuenban sebagai menteri di Kantor Perdana Menteri, meski mengetahui bahwa Pichit pernah terjerat kasus hukum.
Para senator menyebut Srettha telah melanggar pasal etika menteri dalam Konstitusi Thailand dengan penunjukan Pichit itu.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Menurut MK, Pichit pernah divonis enam bulan penjara oleh Mahkamah Agung (MA) pada 2008 karena "menghina pengadilan" usai berupaya menyuap pejabat MA dengan uang tunai 2 juta baht atau sekitar Rp896,3 juta dengan kurs saat ini.
Vonis itu juga membuat Pichit—mantan pengacara keluarga mantan PM Thaksin Shinawatra—dilarang bekerja sebagai pengacara selama lima tahun.
Majelis hakim MK menyimpulkan bahwa Srettha telah melanggar kode etik karena tetap menunjuk Pichit meski "sudah tahu atau pasti tahu" bahwa Pichit tak layak menjadi menteri.