Kondisi berubah pada 27 Januari 2020, saat perbatasan ditutup guna merespons pandemi. Penutupan itu tidak hanya menghentikan orang masuk ke Korut, tetapi juga makanan dan barang. Warga Korut yang memang sudah dilarang pergi ke luar negeri, dikurung di kota-kota.
Di bawah tirani Kim Jong Un, warga Korea Utara dilarang kontak dengan dunia luar. Dengan bantuan organisasi Daily NK, yang mengoperasikan jaringan sumber di dalam Korut, BBC dapat berkomunikasi dengan tiga orang biasa.
Baca Juga:
Militer Korea Selatan Siarkan K-Pop dan Berita untuk Serangan Psikologis
"Situasi makanan kami tidak pernah seburuk ini," kata Myong Suk.
Seperti kebanyakan perempuan di Korea Utara, dia adalah pencari nafkah utama dalam keluarga. Gaji kecil yang diperoleh kaum suami dalam pekerjaan wajib negara hampir tiada artinya. Hal ini memaksa para istri untuk menemukan cara kreatif untuk mencari nafkah.
Sebelum penutupan, Myong Suk mendapatkan obat-obatan selundupan dari China. Obat-obat itu merupakan obat yang sangat dibutuhkan, termasuk antibiotik, untuk dijual di pasar lokal.
Baca Juga:
Waspadai Pencurian Tinja, Pemimpin Korut Bawa Toilet Kemanapun Pergi
Dia perlu menyuap penjaga perbatasan, yang menghabiskan lebih dari setengah keuntungannya. Namun, dia menerima hal ini sebagai bagian dari permainan.
Penjualan obat-obatan selundupan tersebut membuat dia bisa menjalani kehidupan yang nyaman di kotanya di bagian utara Korut dekat perbatasan China.
Sekarang dia menyiapkan sarapan jagung untuk mereka untuk suami dan anaknya. Hari-hari ketika mereka bisa makan nasi putih sudah berlalu. Tetangganya yang lapar sudah mulai mengetuk pintu meminta makanan, tetapi dia harus menolak mereka.