WahanaNews.co | Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson dipandang sebagai salah satu dari barisan panjang pemimpin Inggris yang berisiko ditendang dari kursi jabatan.
Di bawah sistem politik Inggris, baik parlemen terpilih atau mayoritas anggota parlemen Partai Konservatif dapat menjatuhkan Johnson tanpa pemilihan dan mengangkat perdana menteri baru.
Baca Juga:
Profil Linda Pizzuti, Wanita Cantik di Balik Kesuksesan Liverpool
Tekanan terhadap PM Johnson sudah terjadi selama berbulan-bulan setelah serangkaian skandal termasuk peristiwa partygate di 10 Downing Street selama pandemi di mana pemimpin berusia 58 tahun itu menjadi PM pertama yang ditemukan telah melanggar hukum saat berada di posisi puncak.
Melansir dari The Guardian, Kamis 7 Juli 2022, peluangnya untuk bertahan dapat bergantung pada apakah aturan yang mengatur bagaimana Partai Tory memilih pemimpinnya dibatalkan.
Boris Johnson kimi bak terkunci dalam kebuntuan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan kabinetnya sendiri yang memilih untuk mengundurkan diri pada Rabu, 6 Juli 2022.
Baca Juga:
Indonesia Sapu Bersih Inggris di Pembuka Piala Sudirman 2025
Namun Perdana Menteri itu tampak bertekad untuk terus berjuang meskipun delegasi menteri kabinet senior termasuk Menteri Dalam Negeri Priti Patel dan Menteri Transportasi Grant Shapps secara pribadi mendesak Johnson untuk mengundurkan diri.
Alih-alih mengundurkan diri, PM Johnson menanggapi dengan memecat Gove sebagai sekretaris yang naik level. Gove sebelumnya mengatakan kepada Johnson dalam pertemuan tatap muka bahwa dia yakin posisinya tidak dapat dipertahankan mengingat jumlah anggota parlemen yang menentangnya.
Setelah pemecatan Gove, sekutu Johnson dilaporkan menggambarkannya sebagai "ular". Mereka mengatakan PM Inggris bermuka tembok tak mau mundur.