WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sebuah tragedi terjadi di Jalur Gaza pada Senin (4/8/2025) ketika seorang tenaga medis di Rumah Sakit Al-Aqsa tewas akibat tertimpa palet bantuan kemanusiaan yang dijatuhkan dari udara.
Pengiriman bantuan dari udara dilakukan karena militer Israel menutup akses darat ke Gaza dan hanya mengizinkan bantuan masuk melalui udara.
Baca Juga:
111 Lembaga Kemanusiaan Peringatkan Gaza Hadapi Kelaparan Massal, Serukan Gencatan Senjata Segera
Menurut laporan Aljazeera, tenaga medis itu sedang berada di tenda pengungsian di wilayah Deir al-Balah saat palet bantuan jatuh menimpanya dan menyebabkan kematian.
Gaza merupakan wilayah yang sangat padat penduduk, sehingga bantuan udara sangat berisiko karena tidak ada jaminan lokasi jatuhnya aman atau jauh dari permukiman.
“Tidak ada tempat yang aman untuk menjatuhkannya, dan juga tidak banyak lahan kosong,” ungkap laporan Aljazeera, yang juga menyebutkan bahwa warga Palestina kerap terluka atau bahkan terbunuh akibat kejatuhan palet bantuan.
Baca Juga:
Kondisi Gaza Palestina Memprihatinkan, Qudwah Indonesia Gaungkan Misi Kemanusiaan
Bantuan yang jatuh di wilayah yang dikuasai militer Israel juga menyulitkan warga Palestina untuk mengaksesnya karena penuh risiko.
Militer Israel menyatakan bahwa hingga awal pekan ini, setidaknya 120 paket bantuan kemanusiaan telah dijatuhkan ke Gaza dari udara sebagai bagian dari operasi multinasional yang melibatkan Uni Emirat Arab, Yordania, Mesir, Jerman, Belgia, dan Kanada.
Para pekerja kemanusiaan mengkritik metode ini sebagai pendekatan yang membahayakan warga sipil dan menyarankan Israel untuk membuka lebih banyak jalur darat agar bantuan lebih efektif dan aman.
Sejak akhir Juli, pesawat militer dari Yordania dan Uni Emirat Arab sudah mulai beroperasi di wilayah udara Gaza untuk menjatuhkan bantuan makanan.
Militer Yordania melaporkan bahwa mereka bekerja sama dengan UEA untuk mengirimkan 25 ton bantuan dalam tiga palet parasut.
Militer Israel mengaku sejak Sabtu (26/7/2025) telah menjatuhkan tujuh palet bantuan tambahan ke wilayah Gaza sebagai bagian dari pembukaan akses udara sementara.
Langkah ini dilakukan setelah protes keras dari masyarakat internasional yang menuding Israel secara sengaja membiarkan warga Gaza kelaparan sebagai bentuk penghukuman kolektif.
Sebagai bentuk respons, Israel membuka sebagian wilayah udara dan mengumumkan penghentian sementara serangan di tiga wilayah Gaza -- Al-Mawasi, Deir al-Balah, dan Gaza City -- untuk memberikan "rute aman" bagi distribusi bantuan.
Kelompok-kelompok internasional telah sejak awal menyuarakan kekhawatiran bahwa metode pengiriman bantuan dari udara terlalu mahal dan sangat berisiko melukai warga.
Dalam sejumlah kasus sebelumnya, paket bantuan berat dilaporkan menimpa tenda pengungsian dan bahkan jatuh ke laut, sehingga warga berdesakan dan mempertaruhkan nyawa demi mengambilnya.
Karena alasan itu pula, desakan terhadap Israel untuk membuka jalur darat semakin keras disuarakan.
Akhirnya, Israel membuka perbatasan Zikim di utara Gaza yang memungkinkan truk-truk bantuan, termasuk pengangkut tepung, mulai memasuki wilayah tersebut.
Truk-truk bantuan lainnya juga masuk dari wilayah Mesir dan diperiksa oleh pihak Israel sebelum melanjutkan perjalanan ke Gaza.
Langkah-langkah tersebut menjadi harapan baru di tengah krisis kemanusiaan yang memburuk dan kondisi kelaparan akut yang telah merenggut ratusan nyawa warga Gaza.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]