WahanaNews.co | Pemilihan umum Prancis digelar hari ini, Minggu (10/4). Pemilu diproyeksikan berlangsung dua putaran akibat persaingan ketat pertahanan Presiden Emmanuel Macron vs politikus sayap kanan, Marine Le Pen.
Pemungutan suara dibuka mulai pukul 06.00 pagi waktu lokal. Namun, wilayah dan teritorial Prancis di kawasan lain telah memulai pemungutan suara pada Sabtu (9/4), di mulai dari pulau kecil Saint Pierre dan Miquelon di lepas pantai Kanada.
Baca Juga:
Netanyahu Resmi Jadi Buronan Setelah ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan
Kemudian, wilayah di Karibia dan diikuti oleh pulau-pulau Prancis di kawasan Pasifik.
Pemilu kali ini diikuti total enam capres. Selain Macron dan Le Pen, empat kandidat lainnya yakni Jean-Luc Melechon, anggota parlemen Prancis; Eric Zemmour, wartawan politik; Valeri Pecresse, mantan menteri Prancis dan aktivitas lingkungan, Yannick Jadot.
Jajak pendapat terbaru memperkirakan Macron masih memimpin suara beberapa poin di atas Le Pen di putaran pertama ini.
Baca Juga:
Tewaskan 3 Orang, Macron Kecam Serangan terhadap Kurdi di Paris
Sementara itu, Melechon berada di urutan ketiga teratas dalam jajak pendapat.
Dua capres dengan suara terbanyak akan lolos ke putaran kedua pada 24 April.
Dikutip AFP, kampanye kali ini disebut tidak terduga lantaran invasi Rusia ke Ukraina mengubah dinamika pemilu.
Para analis bahkan berpendapat agresi Rusia ke Ukraina menyebabkan hasil pemilu Prancis kali ini menjadi tidak terduga dengan jumlah pemilih sebagai faktor utama.
Proyeksi hasil perhitungan suara yang biasanya akurat akan dirilis tak lama setelah pemungutan ditutup Minggu (11/4) pukul 18.00 waktu setempat.
Jika Macron dan Le Pen mencapai putaran kedua, analis memperkirakan persaingan keduanya akan jauh lebih ketat dan rumit daripada ketika pemilu 2017. Saat itu, Macron menang 66 persen suara dari Le Pen.
"Ada ketidakpastian menjelang putaran pertama," kata ilmuwan politik Prancis Pascal Perrineau.
Salah satu alasannya, kata Perineau adalah sampai saat ini banyak pemilih yang masih ragu-ragu atau yang berubah pikiran selama kampanye. Belum lagi para pemilih yang tidak memberikan suara di hari pemungutan.
Analis khawatir jumlah pemilih yang tak akan ikut serta dalam pemilu akan melonjak. Pada pemilu 2017, jumlah ketidakhadiran pemilih mencapai 22,2 persen.
Sementara itu, total ada 48,7 juta pemilih terdaftar di seluruh Prancis dalam pemilu kali ini. Taruhan pemilu kali ini tinggi bagi Macron.
Jika menang lagi, Macron tak hanya menjadi presiden Prancis termuda yang pernah menjabat, tapi juga menjadi yang pertama sejak Jacques Chirac memenangkan masa jabatan kedua pada 2002.
Jika dia menang, dia akan memiliki mandat lima tahun untuk memaksakan visi reformasinya mencakup pengurangan usia pensiun, yang bertentangan dengan kemarahan serikat pekerja.
Dia juga akan berusaha untuk mengkonsolidasikan posisinya sebagai orang nomor satu yang tak terbantahkan di Eropa setelah kepergian kanselir Jerman Angela Merkel.
Namun, kemenangan Le Pen akan dilihat sebagai kemenangan bagi populisme sayap kanan dan mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh Eropa dan pasar.
Bagi para pendukungnya di Eropa, Macron adalah benteng tengah melawan populisme, terutama setelah kemenangan pemilihan akhir pekan lalu oleh perdana menteri sayap kanan Hungaria Viktor Orban dan pemimpin Serbia Aleksandar Vucic, yang keduanya memiliki hubungan baik dengan Putin.[zbr]