WahanaNews.co | Setelah berhasil menggulingkan kekuasaan Presiden sebelumnya, Alpha Conde, para pemimpin kudeta militer di Guinea berjanji akan membentuk pemerintahan transisi persatuan nasional pada Senin (6/9/2021).
“Konsultasi akan dilakukan untuk menentukan kerangka utama transisi, kemudian pemerintah persatuan nasional akan ditempatkan untuk memimpin transisi,” kata pemimpin kudeta Mamady Doumbouya, mantan perwira legiuner Prancis, saat pertemuan dengan para menteri Conde dan pejabat senior pemerintah.
Baca Juga:
Justin Hubner Absen, Shin Tae-yong Sesalkan Kekosongan Timnas Indonesia U-23
Kudeta hari Minggu adalah kudeta yang ketiga sejak April di Afrika Barat dan Tengah. Kudeta Guinea meningkatkan kekhawatiran tentang mundurnya kekuasaan militer di wilayah yang telah membuat langkah menuju demokrasi multi-partai sejak tahun 1990-an.
“Pada akhir fase transisi ini, kami akan mengatur nada untuk era baru bagi pemerintahan dan pembangunan ekonomi,” katanya, diapit oleh tentara bersenjata dengan baret merah.
Doumbouya tidak mengatakan apa yang akan terjadi dengan transisi atau memberikan tanggal untuk kembalinya pemilihan demokratis.
Baca Juga:
Republik Guinea Dukung Mutilasi Kelamin Wanita
Kudeta Guinea itu secara luas dikutuk oleh kekuatan internasional. Kecaman internasional memberikan tekanan pada para pemimpin militer baru untuk menawarkan rencana di luar penggulingan tatanan lama. Pemimpin kudeta harus meyakinkan investor bahwa ekspor bijih Guinea yang signifikan tidak akan dipotong.
Perebutan kekuasaan Guinea didukung oleh ketidakpuasan yang meluas terhadap Conde. Presiden berusia 83 tahun itu semula menjanjikan demokrasi yang stabil. Tetapi setelah berkuasa, dia membungkam lawan, gagal mengurangi kemiskinan dan tahun lalu memutuskan untuk mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga. Langkah Conde bisa dikatakan ilegal.
Kudeta itu disambut oleh banyak orang, tetapi menakuti sektor pertambangan. Guinea memiliki cadangan bauksit terbesar di dunia, bijih yang digunakan untuk memproduksi aluminium. Harga logam melonjak ke level tertinggi 10 tahun pada hari Senin, meskipun tidak ada tanda-tanda gangguan pasokan.
Dalam upaya untuk memadamkan ketakutan, Doumbouya mengatakan perbatasan laut akan tetap terbuka sehingga produk pertambangan dapat diekspor. Jam malam yang berlaku sekarang tidak berlaku untuk sektor pertambangan.
"Saya dapat meyakinkan mitra bisnis dan ekonomi bahwa kegiatan di dalam negeri akan berjalan normal. Kami meminta perusahaan pertambangan untuk melanjutkan kegiatannya," katanya.
Doumbouya melarang pejabat pemerintah meninggalkan negara itu dan memerintahkan mereka untuk menyerahkan kendaraan dinasnya.
Para politisi yang menghadiri pertemuan pada Senin itu kemudian dikawal oleh tentara dengan baret merah melewati kerumunan yang mencemooh ke markas besar unit tentara Conakry.
Dua sumber diplomatik mengatakan Perdana Menteri Ibrahima Kassory Fofana, Menteri Urusan Kepresidenan Mohamed Diané dan Ketua Majelis Nasional Amadou Damaro Camara telah ditangkap. [rin]