WAHANANEWS.CO, Jakarta - Charlie Kirk, aktivis konservatif dan pendukung setia Presiden Donald Trump, tewas ditembak saat menggelar debat terbuka di Utah Valley University, Rabu (10/9/2025) waktu setempat atau Kamis (11/9/2025) waktu Indonesia, meninggalkan duka mendalam bagi dunia politik Amerika Serikat.
Gubernur Utah Spencer Cox memastikan pelaku penembakan berhasil ditangkap dan kini tengah diperiksa oleh pihak berwenang.
Baca Juga:
Serangan Dahsyat Israel: 15 Jet Tempur Tembakkan 10 Rudal di Doha
“Penyelidikan masih berlangsung, tetapi saya ingin menegaskan dengan jelas kepada siapapun yang melakukan ini: Kami akan menemukan Anda, kami akan mengadili Anda, dan kami akan mempertanggungjawabkan Anda sepenuhnya sesuai dengan hukum,” tegas Cox.
Ia menambahkan, berdasarkan informasi sementara, hanya ada satu pelaku yang terlibat dalam penembakan tersebut.
“Pada tahap ini, tidak ada informasi yang membuat kami percaya bahwa ada orang kedua yang terlibat,” ujarnya.
Baca Juga:
Tudingan Kejahatan Perang Menghantui, AS Tetap Bungkam soal Aksi di Venezuela
Meski demikian, Cox menekankan bahwa penyidik masih membuka kemungkinan adanya pihak lain yang memiliki informasi tambahan terkait penembakan yang menewaskan Charlie Kirk.
Komisaris Departemen Keamanan Publik Utah, Beau Mason, mengungkapkan pihaknya memeriksa kamera CCTV di sekitar lokasi kejadian, namun kualitas rekaman menyulitkan investigasi.
“Informasi yang kami miliki tentang tersangka, kemungkinan penembak, berasal dari kamera pengawas di kampus ini. Kami sedang menganalisisnya. Namun, ini adalah rekaman kamera pengawas, jadi Anda bisa membayangkan kualitasnya,” kata Mason.
Mason menuturkan, pelaku saat beraksi mengenakan pakaian serba hitam dan diduga menembak dari jarak jauh, kemungkinan dari atap gedung sekitar lokasi.
“Tembakan yang ditujukan kepada Charlie Kirk berasal dari jarak jauh, mungkin dari atap,” jelasnya.
Identitas maupun motif pelaku hingga kini belum diumumkan secara resmi oleh kepolisian.
Berdasarkan video yang beredar di media sosial, Charlie Kirk tertembak di leher bagian kiri ketika sedang menjawab pertanyaan penonton terkait isu penembakan massal di Amerika.
Seketika darah mengalir deras dari tubuhnya dan penonton panik berhamburan meninggalkan lokasi.
Associated Press (AP) melaporkan peristiwa itu terjadi di halaman Sorensen Center, Utah Valley University, dan langsung membuat seluruh aktivitas kampus dihentikan serta mahasiswa diminta bertahan hingga polisi tiba.
Ironisnya, insiden ini terjadi saat Charlie tengah berbicara dalam rangkaian acara bertajuk The American Comeback Tour, yang sebelumnya sempat menuai protes dari sejumlah pihak.
Namun, pihak kampus tetap mengizinkan acara dengan alasan menjunjung tinggi kebebasan berbicara dan dialog terbuka sesuai Amandemen Pertama Konstitusi AS.
Donald Trump menjadi orang pertama yang mengumumkan kabar duka wafatnya Charlie Kirk melalui platform Truth Social.
“Charlie Kirk yang hebat, bahkan legendaris, telah tiada. Tidak ada yang memahami atau memiliki hati pemuda di Amerika Serikat sebaik Charlie. Dia dicintai dan dihormati oleh semua orang, terutama saya,” tulis Trump.
Trump menyampaikan belasungkawa kepada istri Charlie, Erika, dan keluarganya, serta menyebut kematian Kirk sebagai kehilangan besar bagi Amerika.
Sebelumnya, Trump juga menyebut penembakan ini sebagai salah satu hal terburuk yang pernah ia lihat.
“Ini mengerikan. Ini salah satu hal terburuk yang pernah saya lihat. Dia adalah pria baik. Dia adalah orang yang luar biasa. Tidak ada yang seperti dia,” ungkapnya.
Charlie Kirk dikenal sebagai pendiri organisasi konservatif Turning Point USA pada tahun 2012 yang berfokus menyebarkan ideologi konservatif di kampus-kampus.
Meski tidak pernah menyelesaikan kuliah, Kirk populer lewat media sosial, debat kampus, hingga podcast harian yang kerap membahas isu sosial sensitif seperti transgender, perubahan iklim, hingga keluarga.
Kedekatannya dengan Trump makin erat setelah ia menulis buku The Maga Doctrine, yang kemudian menjadikannya salah satu motor penggerak dukungan bagi Partai Republik.
Organisasinya berperan besar dalam mobilisasi pemilih, terutama di negara bagian Arizona, yang menguatkan posisi Trump dan Partai Republik dalam pemilu terakhir.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]