WahanaNews.co | Pengusaha terkaya di Rusia mengingatkan pemerintah agar tidak menyita aset perusahaan yang melarikan diri karena invasi ke Ukraina. Menurutnya itu malah akan membuat negaranya menjadi jatuh seperti tragedi yang terjadi 100 tahun lalu.
Vladimir Potanin, seorang presiden perusahaan logam Norilsk Nickel (NILSY) yang memiliki kekayaan senilai US$ 22,5 miliar atau setara Rp 321,7 triliun (kurs 14.300).
Baca Juga:
Polishchuk: Pembicaraan Damai Rusia-Ukraina Akan Dilakukan Secara Langsung
Norilsk Nickel adalah produsen paladium dan nikel bermutu tinggi terbesar di dunia, serta produsen utama platinum dan tembaga.
Ia mengatakan Rusia berisiko kembali ke zaman saat Revolusi 1917 apabila Rusia tidak terima perlakuan yang diberikan perusahaan dan investor dari negara-negara Barat.
"Pertama, itu akan membawa kita kembali seratus tahun ke 1917 dan konsekuensi dari langkah seperti itu (ketidakpercayaan global terhadap Rusia di pihak investor) akan kita alami selama beberapa dekade," kata Potanin dalam pesan tertulis di akun telegram NILSY, dikutip dari CNN, Sabtu (12/3/2022).
Baca Juga:
Di Awal Tahun 2023, Rusia Terus Bombardir Ukraina
Menurutnya, keputusan beberapa perusahaan untuk menangguhkan operasinya di Rusia hanya agak emosional, dan seperti mendapat tekanan dari opini publik.
"Jadi kemungkinan besar mereka akan kembali. Dan Secara pribadi, saya akan menjaga kesempatan seperti itu untuk mereka," ujar Potanin.
Ia mengaku bahwa tahun ini sudah kehilangan seperempat dari kekayaannya karena saham di Norilsk Nickel jatuh lebih dari 90% meski pesanan komoditas sedang melonjak, karena operasi perdagangannya dihentikan pada bulan ini.
Berbeda dengan Potanin, Presiden Rusia Vladimir Putin tidak ingin tinggal diam dengan keputusan beberapa perusahaan asing yang meninggalkan Rusia.
"Kita perlu bertindak tegas dengan perusahaan yang akan menutup produksi mereka, untuk memperkenalkan manajemen eksternal dan kemudian mentransfer perusahaan-perusahaan ini kepada mereka yang ingin bekerja," kata Putin.
Dalam dokumen yang dilaporkan ke pemerintah Rusia ada 59 perusahaan yang memutuskan untuk pergi dan dapat dinasionalisasi. Beberapa perusahaan itu adalah Volkswagen, Apple, IKEA, Microsoft, IBM, Shell, McDonald's, Porsche, Toyota, H&M.
Namun, Potanin menilai keputusan untuk menasionalisasi aset-aset Barat tidak terlalu bijaksana. "Pemilik untuk menjaga properti, dan perusahaan untuk menghindari kehancuran, terus memproduksi produk dan membayar uang kepada karyawan," ujarnya. [rin]