WahanaNews.co | Amerika Serikat (AS) kian was-was melihat perkembangan militer dan alutsista China, yang begitu melesat. AS sendiri tengah mengalami gangguan dan permasalahan birokrasi, sehingga belum bisa mengoptimalkan kekuatan pertahanannya.
Wakil Ketua Kepala Staf Gabungan AS Jenderal John Hyten mengatakan saingannya itu bisa menjadi negara dengan kemampuan militer terkuat di dunia.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
"Menyebut China sebagai ancaman adalah istilah yang tepat karena kecepatan pergerakan China sangat menakjubkan," ujar Hyten kepada wartawan di meja bundar Defense Writers Group, dikutip dari CNN International, Jumat (3/12/2021).
Hyten mengatakan salah satu contohnya adalah perkembangan rudal hipersonik yang dikabarkan berhasil diluncurkan China. AS sendiri gagal meluncurkan rudal serupa tak lama setelah pemberitaan hipersonik China dimuat media.
"Dalam lima tahun terakhir, AS telah melakukan tes hipersonik, sementara orang China telah melakukan ratusan," katanya.
Baca Juga:
CIA Datangi Prabowo di AS, Ada Apa di Balik Pertemuan Misterius dengan Presiden Indonesia?
Bukan cuma militer China, Hyten juga menyebut Rusia tetap menjadi ancaman eksistensial terbesar bagi AS. Sebab negara Presiden Vladimir Putin ini memiliki 1.500 senjata nuklir.
"Mereka memiliki 1.500 senjata nuklir yang dikerahkan, sementara China punya setidaknya 20% dari itu. Jadi anda juga harus khawatir dengan Rusia," ungkapnya.
"Rusia juga sudah memiliki kemampuan hipersonik operasional dengan senjata nuklir. Dan mereka terus bereksperimen dengan hipersonik, meski tidak secepat China."
Sebelumnya China sempat meluncurkan rudal jarak menengah hipersonik, DF-17, pada 2019. Rudal dapat menempuh jarak sekitar 2.000 kilometer (1.200 mil) dan dapat membawa hulu ledak nuklir.
Selain itu, dalam momentum konferensi militer terkait persenjataan dan peralatan beberapa waktu lalu, Presiden China Xi Jinping telah meminta kepada pihak pertahanannya agar melakukan pengembangan persenjataan dan peralatan militer negara itu.
Seruan Xi ini dimanifestasikan dalam Rencana Lima Tahun China ke-14. Xi menilai langkah ini juga diperlukan untuk menyambut momen seratus tahun Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di 2027 mendatang, sebagaimana dilaporkan Global Times. [qnt]