WahanaNews.co | Ekonomi Amerika Serikat (AS) semakin terpuruk menyusul peringatan dari IMF terkait potensi resesi.
Pertumbuhan ekonomi AS terkontraksi 0,9 persen pada kuartal II 2022. Penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) itu makin meningkatkan risiko resesi ekonomi yang akan dialami AS.
Baca Juga:
Soal Resesi Jepang dan Inggris, Menkeu Sri Mulyani Buka Suara
Dilansir dari CNN Business, Kamis (28/7), kontraksi ini membuat ekonomi negara AS kembali menyusut dua kuartal berturut-turut.
Di sisi lain, bank sentral AS (The Fed) resmi menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin. Kenaikan suku bunga itu adalah kedua yang berturut-turut dan yang keempat pada tahun ini.
Kenaikan dilakukan demi mengatasi lonjakan inflasi AS yang beberapa waktu belakangan ini terus melonjak. Tercatat, inflasi AS sempat menyentuh 9,1 persen pada Juni lalu.
Baca Juga:
Resmi, Inggris Nyatakan Negaranya Alami Resesi Ekonomi
Inflasi itu merupakan yang tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Dalam pengumuman yang disampaikan oleh Gubernur bank sentral AS Jerome Powell pada Rabu (27/7) waktu AS, mereka mengatakan masih akan menaikkan suku bunga acuan lagi secara agresif demi mengatasi lonjakan inflasi tersebut.
"Karena inflasinya sudah terlalu tinggi," katanya seperti dikutip dari AFP.
Ia meyakini kebijakan agresif menaikkan suku bunga acuan demi meredam dampak lonjakan inflasi adalah langkah tepat.
Sebelumnya, AS juga mencatat pertumbuhan ekonomi minus 1,4 persen pada kuartal I 20222 di tengah penurunan dana bantuan covid-19 dari pemerintah.
Namun demikian, penurunan PDB AS tidak sejalan dengan permintaan domestik yang kuat.
Kementerian Perdagangan AS menyebut kontraksi ekonomi ini merupakan yang pertama sejak resesi imbas pandemi hampir dua tahun lalu, didorong oleh defisit perdagangan karena lonjakan impor dan penurunan pasokan.
Sementara itu, permintaan domestik meningkat dibandingkan kuartal keempat tahun lalu, menghilangkan kekhawatiran baik stagflasi atau pun resesi. [rin]