WahanaNews.co | Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, lolos dari upaya impeachment atau pelengseran, setelah mosi tidak percaya yang diajukan sejumlah anggota parlemen dari partainya sendiri, Konservatif, mengalami kegagalan.
Dalam pemungutan suara pada Senin (6/6/2022) waktu Inggris atau Selasa (7/6/2022) dini hari WIB, Johnson didukung oleh 211 anggota parlemen Partai Konservatif, sementara 148 anggota parlemen menyatakan tidak mendukungnya.
Baca Juga:
Kalah Telak, PM Inggris Rishi Sunak Tinggalkan Kursi Pimpinan Partai
Hasil pemungutan suara ini tidak cukup untuk memaksanya mundur sebagai Perdana Menteri.
Meski demikian, banyak yang menilai otoritasnya sekarang melemah.
Berdasarkan aturan internal partai, tidak boleh ada lagi mosi tidak percaya kepada Johnson dalam 12 bulan ke depan.
Baca Juga:
Unggul di Quick Count, PM Belanda dan 4 Kepala Negara Ucapkan Selamat ke Prabowo
Pemungutan suara dilakukan di Majelis Rendah Parlemen karena 15% anggota parlemen dari Partai Konservatif secara resmi meminta pemungutan suara mosi tidak percaya.
Dari segi peraturan partai, setidaknya 54 dari 359 anggota parlemen Konservatif harus mengajukan permintaan pemungutan suara untuk mendepak Johnson sebagai ketua partai dan sekaligus Perdana Menteri.
Selama beberapa bulan terakhir, Johnson mendapat tekanan besar menyusul kemarahan terkait berbagai pesta di kantor pemerintah di Downing Street pada masa pemberlakuan karantina wilayah pandemi virus Corona.
Johnson dan sejumlah pejabat lainnya dikenai denda atas keterlibatan mereka dalam skandal yang dikenal dengan nama partygate.
Dalam laporan penyelidikan yang dilakukan oleh pejabat senior Sue Gray, digarisbawahi bahwa terjadi kegagalan kepemimpinan dengan adanya pesta-pesta itu ketika publik dilarang melakukannya.
Awalnya membantah, Johnson kemudian meminta maaf atas hal tersebut, namun dia berkelit kegiatan itu berkaitan dengan pekerjaan.
Salah seorang anggota parlemen dari partainya Johnson sendiri, Jesse Norman, mengungkapkan alasan dia memintanya mundur adalah karena Johnson memimpin "budaya pelanggaran peraturan dengan santai" di Downing Street No 10.
Di samping skandal partygate, para anggota parlemen dari Konservatif juga tidak setuju dengan kenaikan pajak yang ditempuh pemerintah dan langkah-langkah yang ditempuh untuk menangani kenaikan biaya hidup.
Faktor-faktor tersebut dikhawatirkan akan mengalihkan suara pemilih dari Konservatif dalam pemilihan sela dan pemilu yang akan datang.
Peran Komite 1922
Di dalam Partai Konservatif terdapat komite yang sangat berpengaruh, disebut Komite 1922.
Tugasnya adalah memproses seleksi pemilihan pemimpin baru.
Jika anggota parlemen Konservatif ingin mengganti pemimpin yang berkuasa, maka tugasnya adalah mengumpulkan suara-suara yang memintanya.
Jika seorang pemimpin kalah dalam mosi percaya, dia akan diganti sebagai pemimpin Partai Konservatif dan sekaligus diganti sebagai perdana menteri.
Jika seorang pemimpin itu memenangkan mosi percaya, maka posisinya akan aman selama satu tahun sebelum bisa dilakukan upaya pemungutan suara lagi.
Berikut data pemungutan mosi sebelumnya di Konservatif:
Theresa May: Pendahulu Johnson menang dalam pemungutan mosi percaya dengan suara mayoritas 83 pada Desember 2018.
Mosi diadakan berkaitan dengan kebijakan Brexit.
Meskipun lolos, Theresa May mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri, enam bulan kemudian.
Iain Duncan Smith: Menyusul spekulasi berbulan-bulan, dia kalah dalam mosi pada Oktober 2003, dan mengundurkan diri.
John Major: Konservatif, atau juga dikenal dengan nama Tory, mengadakan pemilihan ketua pada 1995 sesudah John Major mundur sebagai pemimpin partai (tapi tidak mundur dari posisi Perdana Menteri) karena perpecahan partai terkait dengan Uni Eropa.
Dalam pemilihan ketua, Major mengalahkan John Redwood, tapi kemudian kalah dalam pemilu tahun 1997.
Margaret Thatcher: Mengundurkan diri sebagai PM pada 1990 setelah gagal meraih kemenangan mutlak dalam pemilihan ketua partai.
Dia mengalahkan saingannya, Michael Heseltine, dengan 204 suara melawan 152, tapi disarankan mundur oleh kabinetnya. [gun]